Oleh: Muhammad Mansur
Tatkala itu, perempuan tua berumur kurang lebih 55 tahun menggendong anak kecilnya yang sedang balita laki-laki yang begitu manis. Waktu itu sang ibu, sedang beristirahat dari pekerjaaan hariannya yaitu memunguti sampah plastic. Sang ibu itu begitu tegar menghadapi hidup yang begitu menantang itu. Dengan mempunyai anak berjumlah 7orang dengan suami yang mengalami lumpuh fisik karena penyakit Strokenya, kini beliau masih sanggup bertahan hidup sampai saat ini. Sang ibu ini hidup dalam sebuah gubug kecil reot yang terletak di himpitan gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Dengan gubug yang sederhana itu pun, ia sangat bersyukur masih mempunyai tempat untuk bernaung keluarganya.
Tatkala itu, perempuan tua berumur kurang lebih 55 tahun menggendong anak kecilnya yang sedang balita laki-laki yang begitu manis. Waktu itu sang ibu, sedang beristirahat dari pekerjaaan hariannya yaitu memunguti sampah plastic. Sang ibu itu begitu tegar menghadapi hidup yang begitu menantang itu. Dengan mempunyai anak berjumlah 7orang dengan suami yang mengalami lumpuh fisik karena penyakit Strokenya, kini beliau masih sanggup bertahan hidup sampai saat ini. Sang ibu ini hidup dalam sebuah gubug kecil reot yang terletak di himpitan gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Dengan gubug yang sederhana itu pun, ia sangat bersyukur masih mempunyai tempat untuk bernaung keluarganya.
Sang
ibu ini, begitu tegar menjalani profesinya yang dimata orang sangat hina itu.
Namun, beliau tidak menganggap itu sebagai profesi yang hina, namun sebaliknya
sang ibu itu menganggap profesinya itu sebagai profesi yang mulia, karena
sedikit banyak mengurangi volume sampah yang ada diperkotaan. Dan ia pun tidak malu
menjalani profesinya, karena setelah suaminya tidak bekerja karena lumpuh, maka
sang ibu pun harus turun tangan untuk menghidupi ke tujuh anaknya. Namun
nampaknya, sang ibu ini bisa dikatakan beruntung karena anaknya yang menempuh
pendidikan bisa mendapatkan beasiswa karena kecerdasannya. Buktinya anaknya
yang sulung sekarang sedang kuliah di sebuah perguruan tinggi terkemuka di
Jakarta. Dan ia pun, bebas biaya disana, karena mendapatkan beasiswa. Sungguh
beruntung sekali, seorang anak pemulung yang bisa kuliah di sebuah universitas
terkemuka di Jakarta. Tak jarang, banyak orang yang sudah rela mendaftar kuliah
dengan biaya yang besar, namun tidak diterima.
Kehidupan
yang kini begitu menyiksa bagi kalangan bawah bisa dihadapi dengan tegar oleh
sang ibu ini. Setiap pagi ia berangkat menyusuri jalan-jalan dan sungai-sungai
untuk memunguti sampah plastik. Lalu ia bawa samapah-samapah plastik itu di
tempat pemasok. Memang, penghasilan kadang tak tentu, tapi Alhamdulillah rezeki
selalu datang dan tidak ada yang mengira bahwa dengan uang yang pas-pasa itu
bisa mencukupi kebutuhan keluarganya dengan tujuh anak itu. Sungguh keajaiban
yang luar biasa. Lalu, sebenarny ada apa dibalik itu semua? Ternyata, setiap
harinya sang ibu itu selalu meyempatkan untuk selalu melaksanakan sholat dhuha,
dan selalu membiasakan diri membaca sholat Al Waqi’ah sebelum tidur. Nampaknya,
itu menjadi perantara kehidupannya yang bisa di bilang cukup. Nampaknya itu
bisa menjadikan contoh untuk kita semua untuk selalu gigih daan tegar menghadapi
hidup ini. Dan untuk selalu tidak melupakan sang Pemberi Rizqi yang tidak lain
dan tidak bukan adalah Allah SWT. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi kita
semua. Amin.
Yogyakarta, 18 Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar