Rabu, 24 April 2013

Hidup ini Harus Lebih Hidup


Banyak orang bilang kalo hidup ini monoton, berulang dan membosankan. Hidup ini hanya sekedar mengulang rutinitas setiap hari yang kita lakukan. Bangun, sholat, aktivitas pagi, entah itu baca, mandi, sarapan..lalu kerja, atau sekolah, atau kuliah atau kegitan lain yang selalu sama kita lakukan. Hal ini terkadang membuat kita tak bisa menikmati hidup ini. Termasuk aku, kadang2 juga merasakan seperti itu.
Capek juga kan, kalau kita hanya berjalan monoton tanpa adanya sebuah perubahan yang membawa diri kita lebih baik.
Ya...mari kita  bersama-sama untuk berusaha membuat hidup kita ini lebih bermakna.
Mungkin hidup kita perlu di landasi motivasi yang kuat dalam menggapai kualitas kita lebih baik. Setiap hari kita harus berusaha meningkatkan kualitas sebuah rutinitas yang kita lakukan. Misalnya: kalau kita seorang mahasiswa, tentunya harus berusaha menjadi mahasiswa yang hidup.
Dalam artian, sebagai mahasiswa tak hanya menjalankan rutinitas kuliah dengan hanya asal masuk aja. Tapi coba kita benar-benar persiapkan materi kuliah, coba kita sungguh-sungguh belajar dan tentunya kita harus aktif-aktif di forum diskusi. Nampaknya itu akan membuat kuliah kita terasa hidup. Lebih baik lagi, kita ikut organisasi kampus. Tentunya yang sesuai dengan ideologi, minat dan bakat kita. Dengan berorganisasi akan membuat kita ketemu banyak orang, belajar menjadi leader, belajar berinteraksi dengan orang lain. Tentunya akan menjadikan pribadi kita lebih hebat, mental kita akan semakin terasah. Dengan berorganisasi kita belajar menyelenggarakan sebuah event/acara. Dan disinilah tantanganya, kita akan semakin terlatih dalam mengelola sebuah acara dan tentunya mengembangkan jaringan.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk membuat hidup kita lebih hidup. Tentunya, setiap orang punya cara yang berbeda. Yang penting, kita terus berusaha meningkatkan kualitas hidup kita untuk menjadi lebih baik dan lebih banyak manfaat buat orang lain. Ayoo...kita terus perbaiki kualitas hidup kita, sehingga hidup kita akan menjadi lebih hidup dan penuh makna.

Yogyakarta, 25 April 2013

Sabtu, 20 April 2013

Diari, Wulan Ingin Sekolah

Oleh: Muhammad Mansur
       Tumpukan sampah yang terletak di sudut-sudut pemukiman penduduk menjadi sesuatu yang harus dihadapinya setiap harinya. Wanita paruh baya berbaju kumal dan anaknya perempuan lulusan SMP itupun  mengais-ngais rezeki diantara tumpukan sampah nan bau itu. Dengan cucuran keringat di wajah dan lehernya, keduanya berusaha mengumpulkan botol-botol bekas untuk ditukarkan dengan uang receh guna menyambung hidupnya. Sejak ditinggal mati suaminya, ibu satu anak ini harus memperjuangkan hidupnya dengan menjadi pemulung sampah bersama anak perempuanya. Ibu paruh baya ini sengaja memberi nama anak perempuannya dengan nama Kartini Wulandari dengan harapan ia menjadi sosok yang tegar seperti RA. Kartini yang berjuang demi memperjuangkan hak-hak kaum perempuan.
            Namun, semenjak kepergian ayahnya. Ia pun tak bisa melanjutkan pendidikannya di jenjang Sekolah Menengah Pertama. Padahal, ketika SMP, Kartini merupakan sosok siswa yang berprestasi dan menonjol kemampuanya dalam hal menulis. Hobinya menulis diari sejak SD  menjadikannya ia menjuarai berbagai perlombaan kepenulisan tingkat SMP. Namun, naas..semuanya berhenti sampai ia lulus SMP. Dengan alasan keterbatasan biaya, ia tak melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMA. Dan ia pun memutuskan untuk membantu ibunya menyambung hidupnya.
            Rumah yang kumuh di bantaran sungai Code menjadi tempat melepas lelah dan kepenatan hidup. Wulan dan ibunya sudah biasa tinggal bersama para pemulung lainnya dan juga para preman-preman Jogja yang terkenal brutal. 
            Setelah seharian, Wulan dan Ibunya mengais rezeki di tengah tumpukan sampah. Malam hari yang dingin pun melelapkan keduanya di sebuah rumah yang kumuh di bantaran sungai Code. Di tengah lelapnya tidur, Wulan pun bermimpi bersekolah bersama teman-temannya. Bercanda dengan teman-temannya, bertegur sapa dengan bapak ibu guru. Mengenakan seragam sekolah dengan rapi dengan sepatu yang baru. Ketika itu, tiba-tiba Wulan pun terbangun. Ia pun menangis, ternyata yang ia alami adalah sebuah mimpi yang tak nyata. Tetesan air matanya pun keluar deras dari kedua kelopak matanya.
            Wulan pun bergegas mengambil buku diarinya dan sekedar mencoretkan keresahan hatinya di buku diari warna biru itu.
            Ya Allah...aku mimpi bersekolah.
            Tapi kenapa ini hanya mimpi Ya Allah
            Aku ingin bersekolah seperti teman-teman.
            Bisa bercanda tawa, bertegur sapa
            Belajar bersama dan tentunya mendapatkan banyak ilmu.
            Ya Allah...aku ingin seperti anak-anak orang kaya itu.
            Bisa bersekolah dengan seragam yang bagus dan bersepatu.
            Ya Allah...berikan jalan keluar agar aku bisa bersekolah.
            Aku pingin sekolahhhhhh.....
                                                                                                Yogyakarta, 21 April 2013
           
Tak henti-hentinya ia menangis sambil menatap ibunya yang terlelap tidur. Ia tatap mata ibunya yang mulai sayu dan kulit keriput yang mulai tampak di dalam raut wajahnya. Ia tak tega melihat ibunya yang bekerja keras demi menyambung hidupnya.
Ya Allah...kasihan sekali ibu. Ibu semakin tua..untuk hidup saja susah, apalagi untuk bersekolah.” Batinnya pun berbicara seraya merenungi nasibnya yang tak seuntung kawan-kawannya.
***
Keesokan harinya...
Wulan dan ibunya kembali bergegas menuju  tumpukan-tumpukan sampah yang ada di sudut perkotaan. Batin Wulan menangis, ketika melihat teman-teman sebayanya berangkat sekolah. Ada yang  jalan kaki, naik sepeda, diantar dengan sepeda motor, bahkan dengan mobil mewah sekalipun. Wulan iri kepada teman sebayanya yang bisa mengenyam pendidikan yang sewajarnya.
“Kamu kenapa nak, kok terlihat sedih.” Tanya ibunya.
“Wulan ingin sekolah bu..seperti mereka.” Jawab wulan dengan raut muka sedih.
“Sudah nak...kamu jangan sedih, semoga suatu saat ada rezeqi dari Allah untuk kamu sekolah. Allah maha adil nak...” Tutur sang ibu menenangkan hati anaknya.
“Iya bu...amin.”
Setelah usai memunguti botol-botol bekas, ia pun mengeluarkan buku diari birunya dari dalam kantung kecil yang ia bawa. Sekedar hanya menuliskan keinginannya untuk bersekolah.
***
Keesokan harinya...
Ia mengalami hal yang sama, batinnya menangis ketika melihat teman sebayanya bisa bersekolah sedangkan dia harus memperjuangkan nasibnya untuk sekedar mencari sesuao nasi untuk menyambung hidupnya.
Kejadian itu pun selalu berulang-ulang ia alami, setiap pagi batinnya sakit ketika melihat temen sebayanya bisa bersekolah.  Wulan pun selalu menuliskan keresahan hatinya dalam sebuah diari kecil kesayangannya. Sampai-sampai diarinya hanya terpenuhi oleh goresan tangannya yang mencerminkan keinginan yang luar biasa untuk bisa bersekolah.

***
Suatu malam, ibunya sakit. Sang ibu pun hanya bisa berbaring didalam rumah beralaskan tikar sederhana. Tak ada tempat tidur atau sofa di rumah kumuh yang mereka tinggali.
Ketika Wulan hendak membelikan makanan untuk ibunya yang sedang sakit. Tiba-tiba ada sejumlah preman yang mabok-mabokkan di jalan. Mereka pun menghadang Wulan. Dengan keterbatasannya, Wulan tak bisa berkutik di keroyok oleh sejumlah preman yang jumlahnya lebih dari 3 itu. Mereka menyeret Wulan kedalam rumah kosong. Rupanya preman-preman yang terpengaruh miras itu hendak melakukan perbuatan tak senonoh.  Wulan pun berusaha dengan sekuat tenaga berusaha menjerit dengan sekeras-kerasnya dan berusaha lepas dari jeratan preman-preman itu. Gerombolan preman itu pun menganiyayanya dengan pukulan keras, mukanya dan badannya pun memar terkena hempasan tangan-tangan para preman.
Untung warga sekitar pemukiman ada yang mendengar teriakan Wulan. Dan segera masuk ke rumah kosong itu, lalu segera menyelamatkan Wulan. Preman-premanpun sempat beradu fisik dengan warga, namun wargapun  ada yang dengan tanggap memberitahuka  kejadian ke polisi. Sehingga polisi pun dengan segera datang dan meringkus para preman yang hendak berbuat tak senonoh kepada Wulan.
            Hati Wulan pun semakin bergejolak dan trauma atas kejadian yang menimpanya. Ia merasakan sakit fisik dan mental. Sakit fisik karena badannya tersakiti oleh preman, sakit mental karana trauma akan perbuatan tak senonoh yang akan di perbuat para preman kepada dirinya. Namun, untung saja ada warga yang menolongnya.
***
Dengan kondisi ibunya yang sedang sakit dan badannya yang memar karena dianiaya para preman. Pada keesokan harinya Wulan tetep melakukan aktifitas rutinnya memunguti botol-botol bekas di tumpukan sampah di sudut-sudut kota.
Menjelang siang pun ia beristirahat di bawah pohon sambil menuliskan pengalaman pahitnya di dalam sebuah diari birunya. Isi diarinya pun penuh dengan rasa keinginannya untuk sekolah dan gejolak-gejolak hati yang menyedihkan. Tak ada satu pun yang menyenangkan. Sungguh malang sekali, nasib gadis itu.
            Terik panas matahari pun semakin menyengat, perut pun semakin keroncongan. Wulan memutuskan untuk mencari makan siang dengan uang receh yang tak banyak hasil penukaran botol bekas di pengepul sampah plastik. Setelah selesai, ternyata Wulan tak menyadari kalau buku diarinya tertinggal di sudut warung makan. Ia baru sadar kalau bukunya tertinggal setelah ia sampai rumah.
Ia pun bergegas kembali ke warung makan tadi untuk mengambil buku diari kesayanganya. Tapi ternyata, setelah Wulan kembali ke warung makan, ia sudah tak menemui diari kesayangannya. Wulan pun pulang dengan hati yang sedih, bagaimana tidak tempat curahan hatinya selama ini menghilang. Diari itu merupakan hal yang paling bermakna dalam hidupnya.
Ternyata diari itu ditemukan dan dibawa oleh Kepala MA Wahid Hasyim Yogyakarta. Beliau adalah Bapak. Agus Baya Umar, M.Pd.I. Beliau menemukannya saat makan siang di warung makan yang bersangkutan dengan rekan-rekan guru.
Setelah Bapak Agus membaca tulisan yang ada di dalam diari tersebut. Beliau sangat trenyuh dan sangat tergerak hatinya untuk mencari keberadaan anak itu untuk di sekolahkan di MA Wahid Hasyim Yayasan Pondok Pesantren Wahid Hasyim dengan beasiswa pesantren.
***
Keesokan harinya, bapak Agus bergegas mencari alamat yang tertulis dalam diari tersebut. Tak butuh waktu lama untuk mencari alamat rumah tersebut. Beliau mengatakan hendak menyekolahkan Wulan secara gratis di MA Wahid Hasyim melalui beasiswa pesantren.
Wulan sangat bahagaia dan takjub mendengarkan orang yang tak di kenalnya ingin menyekolahkannya secara gratis, berkat membaca tulisan di diarinya.
“Horeee..horeee..aku bisa sekolah....!!!
“Alhamdulillah ya Allah...kau memang maha adil.
Wulan bersorak kegirangan bisa bersekolah seperti teman-temannya. Kini mimpinya menjadi kenyataan, bukan hanya sekedar hayalan.
Ibunya yang sedang sakit pun hanya bisa tersenyum melihat putrinya bisa kembali bersekolah.

1 tahun kemudian....
Tak butuh waktu lama untuk Wulan untuk kembali berprestasi. Dalam kurun waktu satu tahun Wulan berhasil mewakili lomba karya ilmiah mewakili MA Wahid Hasyim. Dan berhasil menyabet juara 1 dalam lomba karya ilmiah yang diadakan oleh Kemendibud.
Wulan pun menjadi terkenal, berkat prestasinya menjuarai karya ilmiah tingkat nasional. Media massa dan elektronikpun mempublikasikan kejuaaraanya. Ia pun mendapatkan penghargaan dari presiden. Santunan beasiswa yang Wulan terima pun bisa menjadikan kondisi hidupnya bersama ibunya lebih baik. Ibunya bisa berobat ke rumah sakit dan sembub seperti sedia kala.
            Ternyata, semua orang berhak mengenyam pendidikan. Entah itu laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin, semuanya berhak mendapatkan pendidikan. Dan ternyata dengan keterbatasannya dari kalangan tak mampu, Wulan mampu menunjukkan prestasinya di kancah nasional. 

Yogyakarta, 21 April 2013 [23:26]
Bertepatan dengan hari Kartini. Selamat hari KARTINI                                                           

Jumat, 19 April 2013

MADRASAH WAHID HASYIM “Mendidik Santri, Optimalkan Potensi”

Oleh: Muhammad Mansur
Sebut saja Madrasah Wahid Hasyim, adalah sebuah lembaga pendidikan formal di bawah naungan Pondok Pesantren Wahid Hasyim. Didalamnya terdapat 3 lembaga pendidikan formal dari Tingkat SD/ MI, SMP/ MTs, dan SMA/ MA. Ketiga lembaga tersebut kini sudah menjadi lembaga pendidikan ternama di Yogyakarta. Hal itu dibuktikan dengan akreditasi Madrasah Wahid Hasyim yang mulai tahun 2011 kemarin, sudah mendapatkan Akreditasi A dari Badan Akreditasi Propinsi DIY. Dengan keteguhan pengasuh dan pengelola Madrasah, kini madrasah Wahid Hasyim telah menunjukkan eksistensinya baik dari tingkat provinsi sampai dengan tingkat nasional. Dibuktikan dengan jumlah siswa madrasah yang kian tahun kian bertambah pesat, baik dari lokal DIY maupun dari berbagai penjuru tanah air.
Yang menjadi pertanyaan kita disini, lalu kenapa Madrasah Wahid Hasyimlah yang menjadi pilihan untuk tempat orang tua menyekolahkan anak-anaknya? Tentunya ada berbagai aspek yang mendukung sehingga Madrasah Wahid  Hasyim menjadi tempat pilihan orang tua untuk menyekolahkan putra-putrinya. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa siswa yang sering kita sebut sebagai santri ini, tidak hanya mendapatkan ilmu pada aspek kognitif saja, tetapi juga aspek yang lain, yaitu aspek psikomotorik, dan aspek afektif. Kenapa hal itu bisa terjadi? Kalau kita amati, itulah kelebihan pendidikan pesantren. Yang mana, siswa tidak hanya belajar ilmu yang sifatnya logika tetapi santri juga akan mengalami pengalaman kehidupan yang sangat bermakna, yang mampu membentuk kepribadian seseorang. Bagaimana tidak, kehidupan di pesantren penuh dengan aspek pengamalan, kebersamaan, kegotong royongan, kesabaran, kemandirian, dan hal-hal lain yang itu semua akan membentuk karakter dari seseorang.
Itulah salah satu aspek yang membuat pendidikan pesantren kian diminati masyarakat. Yang tidak kalah penting adalah bahwa Madrasah Wahid Hasyim berusaha untuk mengoptimalkan potensi-potensi yang ada pada diri peserta didik. Hal itu perlu dilakukan, karena sungguh sia-sia jika bakat dan potensi siswa tidak direalisasikan/ disalurkan dengan baik. Padahal di dalam diri siswa pasti mempunyai bakat dan potensi masing-masing yang harus dikembangkan. Hal itu dapat dibuktikan dari adanya ekstra kurikuler dari jenjang MI,  MTs, dan MA yang cukup komprehensive dan bervariatif. Contohnya adalah, kegiatan Marching Band, Silat, Pidato, Olahraga, Seni Pesantren (kaligrafi, hadroh, dan tilawah dan sastra islami) dan ekstra lain yang mendukung bakat dan potensi siswa. Prestasi siswa Madrasah Wahid Hasyim bisa dilihat dari tahun ke tahun, terus mengalami peningkatan, baik di bidang akademik maupun non akademik. Pendidikan yang berkualitas, disamping harus bisa mengembangkan aspek intelektual, tetapi juga harus bisa mengembangkan bakat dan potensi peserta didik. Disinilah peran Madrasah Wahid Hasyim, yang mana selalu berusaha untuk bisa mendidik siswa menjadi insan paripurna dan mengembangkan apa yang menjadi bakat dan potensi siswa.
Itulah gambaran umum Madrasah Wahid Hasyim, pendidikan islam modern yang mampu mendidik siswa menjadi insan kamil. Dengan optimisme, keteguhan, tekad dan semangat pengabdian pasti itu semua akan terwujud. Akhirnya, pastikan putra putri anda berada dalam lingkungan pendidikan terbaik. Wahid Hasyim....Yes...I Can...!!!!
                                                                                            *) Penulis Lepas
Kunjungi: http://ppwahidhasyim.com/


  

CARA MUDAH NGIRIM ARTIKEL KE MEDIA

Banyak temen2 dan bapak/ ibu guru yang bertanya tanya pada saya. Gimana sie caranya nulis, gimana sie caranya bikin artikel biar di muat di media? Lalu saya jawab aja, ya...pada intinya kemauan dulu untuk mau nulis.
Soalnya banyak orang yang pingin bisa nulis artikel di koran. Tapi itu hanya berhenti pada keinginan saja. Lantas, tidak diaktualisasikan dengan menulis. Itu sama aja sekedar halusinasi semata.
Maka, saya tekankan pada teman-teman dan bapak/ ibu guru yang pingin nulis artikel. Satu hal yang paling penting adalah kemauan kuat untuk menulis. Lalu, tulislah apa yang hendak Anda tulis. Banyak kejadian di sekitar kita yang bisa menginsipirasi kita untuk menulis. Inspirasi bisa kita dapatkan dari media cetak, elektronik, kejadian di lingkungan sekitar kita, dsb. Ya...pinter2 aja membaca alam sekitar.
Sekali lagi, segera lakukan aktivitas  menulis jika sudah ada ide yang muncul dalam pikiran kita, jangan hanya dipikirkan saja. Karena sesuatu yang hanya dipikirkan saja pasti tak akan jadi tulisan bukan?
Saya sendiri juga termasuk orang yang masih awam dalam dunia tulis menulis. Dan kita sama-sama masih belajar. Sekedar anjuran buat temen-temen dan bapak / ibu guru yang ingin menulis artikel di media, mencobalah dahulu di media lokal. Bagi temen-temen dan bapak/ ibu guru di Jogja mungkin bisa menulis di KR dulu. Koran ini cukup bagus buat belajar teman-teman bagi yang masih awal ingin mencoba menembus media.
Ada 2 rubrik di KORAN Kedaulatan Rakyat yang bisa kita tembus bagi kita yang masih belajar menulis,yaitu:
  1. Rubrik PEDULI PENDIDIKAN
  2. Rubrik PENDAPAT GURU
Tak hanya mahasiswa jurusan pendidikan, mahasiswa dari jurusan manapun dan bapak ibu guru dari sekolah manapun bisa menulis di rubrik peduli pendidikan. Khusus untuk pendapat guru, dikhususkan bagi yang udah jadi guru, walaupun guru Honorer, GTT atau apalah, tak masalah.hehe..
Catatan Penting:
Ø  Untuk menulis di rubrik Peduli pendidikan,panjang naskahnya 2500 karakter (kurang lebih 340-350 kata)
Ø  Untuk rubrik Pendapat Guru, panjang naskahnya 3000 karakter (kurang lebih 440 kata)
Ø  Tema tulisannya tentang PENDIDIKAN.
Ø  Inget...Kasih judul yang menarik ya...
Soalnya, biasanya redaksi lihatnya judulnya dulu nie...kalau judulnya aja udah g menarik, maka sudah menjadi hal biasa kalo tulisan kita langsung disisihkan. Sekedar contoh, artikel saya yang udah pernah dimuat adalah Benarkah SMA Cetak Pengangguran?, Pemerintah Harus Tanggap, Bukan Gagap, Siapakah Pahlawan Masa Kini?, Jangan Anggap Remeh Ekskul, Siapkan Buah Hati ke Sekolah. dsb.
 Kalau udah selesai nulis kirim via email ke: naskahkr@gmail.com
Tunggu aja, 1, 2 atau 3 hari..tulisannya dimuat apa nggak.
 Yang  jelas, harus sabar dan jangan pantang menyerah.
Bila belum di muat, terus mencoba lagi.. pengurus redaksi  juga akan luluh kalau kita sering ngirimkan naskah walaupun nggak dimuat, pasti lama kelamaan juga akan segan dengan kita dan PASTI dimuat. Sambil kita terus memperbaiki kualitas tulisnan.OKEY..
Mungkin itu sekedar sharing buat temen2, semoga tulisan sederhana ini bermanfaat para pembaca semuanya.
SELAMAT MENCOBA ....!!!!
PRINSIPNYA ADALAH, BILA GAGAL COBA LAGI...HEHE,
DAN JANGAN  PANTANG MENYERAH.
Salam Jurnalist... !!!!

Contoh artikel RUBRIK PEDULI PENDIDIKAN

  

Contoh artikel RUBRIK PENDAPAT GURU
 

Rabu, 17 April 2013

REFLEKSI NOVEL “SEPATU DAHLAN”


Setelah beberapa lama, akhirnya aku baru sempet membaca Novel “Sepatu Dahlan”. Ceritanya bagus dan inspiratif.
Setidaknya, aku mengambil banyak hikmah/ pelajaran dari novel itu, diantaranya:
1.        Aku belajar akan KEGIGIHAN, KESABARAN serta TEKAD yang kuat dari seorang Dahlan untuk meraih impianya. Tak lebih, hanya sepasang sepatu dan sepeda.
2.      Aku belajar akan kedisiplinan dari tokoh ayah Dahlan.
3.      Aku belajar akan indahnya persahabatan dan persahabatan sejati yang itu tak akan hilang sampai kapan pun.
4.      Aku belajar akan CINTA dan KASIH SAYANG dari sosok Dahlan dan Aisya.
5.      Aku belajar akan pentingnya berbagi dan saling tolong menolong antar teman yang membutuhkan.
6.      Aku juga belajar akan sikap AMANAH, JUJUR, dan TANGGUNG JAWAB dari sosok Dahlan, yang itu adalah sikap MUTLAK yang harus dimiliki oleh para pemimpin negeri ini.
7.      Aku merasakan betapa pahitnya kehilangan seorang IBU, keluarga, atau kerabat dekat kita. Maka jangan kecewakan mereka, buat mereka bahagia sebelum mereka meninggalkan kita.
8.      Waahhh,,,pokoknya masih banyak yang lain dech.. J
Jadi pingin melanjutkan NOVEL Selanjutnya:
#SURAT DAHLAN
#SENYUM DAHLAN
Mungkin, kali ini bolehlah aku menjadi PEMBACA NOVEL, tapi suatu saat AKU PASTI BISA MENJADI PENULIS NOVEL. !!! hehe J

Senin, 15 April 2013

eL-SiP mengantarkan pada SARJANA


Dilihat sepintas, tak ada hubungannya antara eL-SiP dan Sarjana. Sungguh, dua sisi yang berbeda. Yang satu, sebuah lembaga seni. Dan yang satunya lagi gelar yang diperoleh mahasiswa di jenjang Perguruan Tinggi. Keduanya kalau dilihat kasat mata tak ada hubungannya.
Tapi jangan salah, bagiku keduanya ada korelasi yang kuat. eL-SiP telah mengantarkanku pada gelar Sarjana, Insya Allah. Kok bisa? Iya....bisa, karena syarat memperoleh gelar Sarjana adalah menyelesaikan skripsi/ tugas akhiri. Dan skripsiku membahas tentang eL-SiP.
Awalnya sie, aku bingung mau mengerjakan skripsi tentang apa ya, temanya apa, judulnya apa, lantas aku berpikir keras untuk memikirkan ide skripsiku.
Terbesit dalam pikiranku, gimana tentang seni aja. Khususnya seni islami. Teringat seni islami berarti teringat eL-SiP, so pasti itu. Akhirnya, ku memutuskan mengajukan judul tentang eL-SiP. Tapi aku bingung lagi, aku kan orang pendidikan, masak skripsinya tentang seni? Nggak nyambung blas...Tapi aku terus berusaha menghubungkan  antara eL-SiP dan jurusan yang aku dalami di Kampus.
Akhirnya ku temukan judul yang tepat, “Upaya Peningkatan Religiusitas Santri melalui Seni Islami”Study Analisis eL-SiP Wasilatus Sa’adah PP. Wahid Hasyim Yogyakarta.
Akhirnya ku ajukan judul itu, alhamdulillah sekali satu kali ngajukan judul langsung di ACC. Alhamdulillah....
3 bulan kemudian....
Skripsi pun selesai, tentunya dengan perjuangan yang payah untuk bisa menyelesaikan skripsiku. Tapi inilah jalanku, dan aku menikmatinya. Karena ku suka tantangan. Karena tantangan, ujian yang datang, kata-kata pahit dari para dosen akan membuatku lebih tangguh dan kuat menghadapi segala yang ada.
Akhirnya, aku sangat berterimakasih kepada eL-SiP, lembagaku tercinta dan rekan-rekan seperjuangan disana, juga tak lupa teman2 anggota eL-SiP yang telah rela membantu saya dalam menyelesaikan skripsiku. Semoga mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Itulah ceritaku...
eL-SiP yang mengantarkan pada SARJANA.
Tetep eksis dan terus berkarya... J J J

Ku Terima Pilihan Pak Kyai

Oleh: Muhammad Mansur
Sebut saja ia Yudha, laki-laki kecil, tidak tinggi seperti teman-temannya kebanyakan.  Ia adalah siswa kelas VIII MTs Wahid Hasyim Yogyakarta. Dia termasuk salah satu anak yang terhambat pertumbuhan pubertasnya. Bagaikan kembang, dia belum mekar. Ditambah lagi dengan wajah imutnya yang manis, membuatnya ia tampak seperti anak MI. Sejak MI kelas 3 ia ditinggal oleh ayahnya. Ayahnya meninggal karena terjangkit penyakit stroke. Ibunya  sendirian di rumah menanti kesuksesan Yudha kelak. Dengan kepergian ayahnya, kehidupan keluarga Yudha pun menjadi serba kekurangan.
Tak terasa, setelah lulus MTs Wahid Hasyim ia langsung melanjutkan ke MA Wahid Hasyim. Lulus Aliyah, ia melanjutkan kuliah di UIN dengan program beasiswa. Sekarang ia menginjak bangku semester 2. Suatu ketika di pesantren Wahid Hasyim tempat Yudha tinggal, tibalah saatnya malam Rabu. Ustadz Salim datang dengan wajah berseri-seri, serasa sudah siap mengajar dirosah Risalatul Mahid malam itu. Tampak Ardilla, dengan kerudung pink yang menawan dengan silau kacamatanya menambah keanggunan dirinya. Ia adalah teman Yudha sejak duduk di bangku MTs dulu.
Pada saat ngaji berlangsung, mata Yudha  perlahan merapat. Terlelaplah Yudha di meja ngaji nya. Rasa capek dan kantuk tercermin dalam raut mukanya, karena ia menghabiskan waktu siangnya untuk bekerja dan kuliah. Pagi, sebelum kuliah ia berjualan koran di perempatan Janti, dilanjutkan dengan kuliah, dan diteruskan mengajar TPA di sore harinya.
Temannya berbisik, “Lihat, Yudha tertidur tuh?”
“Biarin aja, biar Ustadz Salim tahu, biar tahu rasa dia. Hi..Hi..Hi...” Bisik teman sebelahnya.
Di tengah terlelapnya Yudha, ustadz Salim memberikan pertanyaan kepadanya dengan maksud agar Yudha terbangun.
Seraya bertanya, “Yudha, apa tanda-tanda baligh bagi perempuan?”
Yudha terbangun terperanjat, seperti orang linglung dengan raut muka kemerah-merahan. Yudha menengok kanan kiri, tak tahu maksudnya. Mata semua temannya pun terpusat pada dirinya dan seketika teman-temannya menertawakannya.
“Ha....ha....ha....!!!”
Dan ada satu orang santri putra yang angkat bicara, “Jangankan tanda-tanda baligh bagi perempuan pak, tanda-tanda baligh bagi laki-laki saja nggak tahu pak?” Seisi kelas pun gaduh dibuatnya.
Lagi-lagi ada yang berceloteh, “Maklum, anak kecil kok ditanyain pak? Kan belum baligh.”
Gelak tawa teman sekelas meramaikan suasana kelas. Teman-temannya mempermalukannya di depan umum. Yudha pun termangu, seraya menundukkan kepala, menyimpan rasa malu yang ditanggungnya.
Keesokan harinya, seperti biasa ia bergegas untuk berjualan koran di perempatan Janti. Sebelumnya ia berpamitan dulu dengan teman akrab satu kamarnya, sebut saja Ian. Ia selalu memberikan dukungan atas segala usaha dan jerih payah yang ia lakukan.
“Ian, aku berangkat dulu ya. Doakan biar hari ini korannya laku banyak. Wassalamu’alaikum...” Ungkap Yudha.
“Iya Yudh, tak doakan deh, semoga hari ini laku banyak, Wa’alaikumussalam.”
Terik panas matahari semakin tajam menyorot kulit hitam Yudha. Keringat terus bercucuran dari lehernya, seketika mengusap keringat di lehernya dengan tangan kanannya. Ia  pun memutuskan untuk beristirahat di pinggir trotoar sembari membaca artikel di koran Kedaulatan Rakyat (KR). Ia memfokuskan bacaannya pada sebuah artikel pendidikan yang ditulis oleh mahasiswa UNY. Impiannya melayang, ia membayangkan foto dan tulisannya terpampang di koran itu.
“Aku pasti bisa menjadi seperti ini, aku akan menulis dan suatu saat pasti akan dimuat di koran ini.” Bisiknya dalam hatinya.
Sejak saat itulah tumbuh motivasi menulis dan kegigihan yang tinggi untuk menulis artikel di surat kabar. Hari-hari berikutnya, Yudha selalu mengirimkan tulisannya ke koran KR, berkali kali ia mengirimkan karyanya, walaupun hasilnya nihil. Dia pun hamper putus asa, tak satupun karya yang berhasil dimuat media.
Lalu tibalah malam Jumat. Malam di mana waktu digunakan untuk rapat lembaga. Yudha pun tidak ketinggalan, ia mengikuti rapat LPM Wahid Hasyim untuk membahas acara Takbir Keliling di desa binaan LPM. Kebetulan ia menjadi koordinator seksi acara bersama dengan Ardilla, santri putri dari asrama Halimah yang juga kuliah di UGM. Mereka kompak untuk membahas persiapan acara untuk Takbir Keliling. Ardilla sebenarnya sudah menyimpan perasaan cintanya kepada Yudha sejak ia MTs kelas IX, namun ia tak berani mengungkapkan secara langsung kepada Yudha. Sudah banyak santri putra yang mengungkapkan perasaan cintanya, tapi semuanya ia tolak. Ia hanya mencintai Yudha. Ia memandang sosok Yudha yang gigih dan pantang menyerah dalam menghadapi cobaan yang ada.
***
Dalam perjalanannya, sampai pada kelas Ulya. Yudha pun masih tak tahu bahwa sebenarnya ada orang yang mencintainya di luar sepengetahuannya. Ketika itu satu minggu menjelang wisuda madin, Yudha mendengar kabar bahwa ibunya sakit keras dirumah. Lagi-lagi cobaan menimpa Yudha. Yudha harus pulang. Ketika perjalanan pulang, ponselnya bergetar.
Lalu perlahan ia buka pesan masuk, ternyata SMS dari pamannya.
“Yudhmaaf,  ibumu baru saja berpulang ke Rahmatullah, cepat pulang. Semoga segala amal ibumu diterima di sisinya.”
Membaca tulisan tersebut, tetesan air mata terus mengucur dari kedua kelopak matanya. Ia tak mampu menahan rasa sedih tidak bisa berjumpa dengan sang ibu yang selalu merindukan kesuksesannya. Sampai rumah ia menjumpai sang ibu sudah terbungkus kain kafan.
Ia hanya bisa meratapi kepergian sang ibu, seraya berkata, “Ibu, maafkan aku, aku belum bisa membahagikanmu, semoga engkau mendapatkan tempat terbaik di surga. Aku berjanji bu, aku akan menjadi orang yang sukses seperti harapanmu.”
Teman-temannya berdatangan ke rumahnya untuk memberikan ucapan bela sungkawa, tak terkecuali Ardilla.
Ditengah-tengah kepergian kedua orang tuanya, Yudha tetap berusaha untuk menyelesaikan studinya, walaupun dengan banting tulang berjualan koran, ditambah pekerjaan sambilan yang lain, berdagang baju dan donat di sela-sela kesibukannya mengaji, kuliah dan berorganisasi.
Suatu ketika, HP Yudha bergetar menandakan ada SMS masuk. Ia langsung membuka SMS dengan penasaran.
“Asslkm. Mas, besok tulisan anda dimuat di KR peduli pendidikan tanggal 25 April 2012. Selamat. Dan teruslah berlatih menulis. TTD pengurus Redaksi KR.”
“Horee. Horee, alhamdulillah Ya Allah. Terimakasih Ya Allah….
Dengan bahagianya, Yudha bersorak menunjukkan kebanggaan yang luar biasa. Ekspresi kebahagiannya menutupi kesedihan karena cobaan yang begitu berat yang baru saja menimpa dirinya. Sejak saat itulah, tulisan-tulisan Yudha terus dimuat di surat kabar baik lokal maupun nasional, sehingga dengan honor menulis yang ia peroleh dari media, ia bisa menyelesaikan studi strata satunya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
***
3 tahun kemudian....
Tak lama setelah Yudha lulus S1 di UIN, dia langsung merampungkan S2nya di UNY di bidang pendidikan. Di saat ia merampungkan S2nya, ia sudah menjadi penulis buku best seller dan segera ditarik untuk menjadi dosen di Perguruan Tinggi ternama di Purworejo.
Tibalah saatnya ia harus boyong. Ia pun harus berpamitan pada pak Kyai untuk kepulanganya. Ia pun bergegas menuju ndalem kediaman pak Kyai.
Sini masuk Nak, ada apa kok pagi-pagi kesini. Biasanya kan bapak yang nyuruh kamu kesini. Kok sekarang kamu menyempatkan diri kesini, ada apa gerangan nak…? Tanya pak Kyai.
Hemm…aa..anu pak..Jawabnya bimbang.
Anu anu kenapa…ngomong saja Nak.” Tutur pak Kyai.
Iya pak….saya mau izin pamitan pulang ke rumah pak, Alhamdulillah kuliah S2 saya sudah selesai, ngajinya juga sudah selesai di Ma’had Aly pak. Nyuwun doa restune bapak nggih…”
Nak, Nak Yudha...kok keburu2 pulang…memang sudah punya calon ya….???Tanya pak Kyai.
Yudha pun sambil malu-malu menjawab pertanyaan pak Kyai, “Be..Belum pak…”
Naahh..itu,,,belum dapat calon kok sudah keburu boyong. Mau tidak kamu tak jodohkan dengan Ardilla, santri Halimah. Dia cantik, pinter, hapal Qur’an lagi…hayoo mau tidak?
Yudha pun masih bimbang, dia tertegun sambil berpikir. (Lho…Ardilla kan temenku sejak MTs itu…emang dia mau sama aku? Banyak laki2 yang sudah mengatakan cintanya, tapi ia tolak, apalagi aku)
Bagaimana nak…? Tanya pak Kyai kembali.
Dengan proses berpikir keras, Yudha pun menerima permintaan perjodohan pak Kyai. Mendengarkan jawaban Yudha, pak Kyai  tersenyum dan beliau langsung memanggilkan Ardilla melalui rewangnya untuk menuju ke ndalem.
Seketika Ardilla tiba di ndalem. Ardilla tak menyangka, ternyata di ndalem sudah ada sosok Yudha, laki-laki pujaanya yang ia pendam sejak dulu dalam hatinya.
Nak Ardilla…sini duduk. Nak, kamu mau tidak tak jodohkan dengan nak Yudha.” Dia santri kesayangan pak Kyai.
Ardilla kaget mendengar ucapan pak Kyai…
Dia hanya terdiam dan bingung menjawab pertanyaan pak Kyai, walaupun sebenarnya ia juga mencintai Yudha. Pak Kyai menegaskan lagi pertanyaannya, Bagaimana nak Ardilla, mau tidak dengan nak Yudha?”
Setelah lama berpikir akhirnya, Ardilla tersenyum sambil menjawab, Inggih pak Kyai..”
Pak Kyai pun sangat lega, mendengar jawaban Ardilla.  Iya…sekarang kalian sudah sama-sama mau dan rela kan? Sebelum nak Yudha boyong, kalian persiapkan resepsi pernikannya ya…pak Kyai tunggu undanganya.” Tutur pak Kyai sambil tersenyum.”
Yudha dan Ardilla pun berpamitan dari ndalem menuju asramanya masing-masing. Sebelum Yudha boyong, Yudha dan Ardilla pun menjalin hubungan silaturrahim sampai akhirnya mereka berdua menjadi sepasang kekasih menuju mitsaqon gholizho, yaitu sebuah pernikahan. Memang jodoh adalah rahasia Allah, Allah tahu apa yang terbaik untuk kita. Allah punya cara tersendiri untuk mempertemukan kita pada jodoh yang terbaik.


PERJUANGAN SKRIPSI


Hari-hariku di minggu ini memang penuh perjuangan, terutama memperjuangkan skripsiku. Bagaimana tidak, skripsi yang telah kumunaqosyahkan tertanggal 14 Maret belum juga kelar revisinya. Penguji kedua tak masalah bagiku. Bahkan, bisa di bilang sangat mudah. Revisi skripsi yang kuajukan ke beliau langsung beliau ACC dan menandatangani berita acara revisi skripsi. Betapa senangnya aku kala itu.
Hal itu sangat berbalik ketika aku menemui penguji satu skrispiku. Sungguh tak terpikirkan sebelumnya, beliau langsung menolak mentah-mentah revisiku. Aku pun beliau suruh balik dan memperbaiki skripsiku lagi. Sungguh perasaan yang sangat berbalik dari kejadian yang kualami sebelumnya. Sungguh pahit dan menyakitkan.
Apalagi mendengar perkataan temenku. Kata temenku, kalau revisi belum selesai 1 bulan, maka aku harus mengulang skripsiku dari nol. DARI NOL. Coba bayangkan...betapa miris rasanya ketika aku mengurus skripsi dari awal. Aku sangat takut, betapa tidak hari-hari itu adalah hari-hari akhir untuk revisi ku selesaikan, dan kalau tak selesai maka aku harus mengulang skripsi dari awal.
Alhamdulillah, Allah berkehendak lain. Hari itu, tepat hari Kamis, 11 April 2013. Aku sungguh berikhitiar lahir dan batin. Setelah sholat aku pasti berdoa, dan kubacakan Al Fatihah yang ku khususkan untuk pengujiku. Dengan harapan, segala urusan revisiku dipermudah.
Tibalah saatnya berjuang, aku menemui penguji satu yang terkenal sulit untuk ditemui mahasiswa. Setelah beberapa saat aku menunggu, akhirnya yang ku tunggu sudah datang dan menuju ke ruangaannya. Bergegas ku menuju ruangannya dan menghadap beliau. Langsung ku mendapat kata-kata pahit dan pertanyaan-petanyaan yang menghujam hatiku. Ku berusaha menjawab,walaupun sebenarnya sudah tak kuat ingin segera bergegas keluar dari ruangan itu.
Akhirnya, aku lega...setelah melewati beberapa kali revisi, dan beberapa kali tatap muka dengan beliau, akhirnya beliau mau menyetujui revisiku dan menandatanaganinya. Sungguh perjuangan yang meyakinkan. Tapi tak apalah, dengan begitu akan lebih melatih mentalku dan menjadikan pribadiku menjadi lebih tangguh dalam menghadapi masalah. Perasaanku sungguh bahagia, puas rasanya. Mungkin kepuasanku itu tak akan tergantikan dengan jumlah rupiah berapapun.
Dan ku semakin yakin, bahwa sebuah perjuangan yang sungguh-sungguh maka akan menghasilkan buah yang manis yang akan kita petik.
Yogyakarta, 15 April 2013