Senin, 30 Desember 2013

REFLEKSI TAHUN 2013 “Untuk Menggapai Mimpi 2014”


Satu tahun ada 12 bulan, 1 bulan ada 30 hari (rata2), jadi kira-kira satu tahun terdapat 360 hari. Namun, tak terasa waktu memang berjalan cepat. Hari demi hari silih berganti sampai pada akhirnya berganti tahun. Hasil yang kucapai di tahun 2013 merupakan proses yang jalani selama itu. Namun, sudahkah itu maksimal?
Melihat kebelakang, ada beberapa point penting yang harus dipikirkan kembali dengan sebuah refleksi diri. Refleksi sebagai satu proses merenung, menganalisis dan mencari alasandan tindakan untuk memperbaiki diri yang dilakukan secara berterusan.



Ada beberapa catatan penting di tahun 2013:
  1. Selama tahun 2013, masih saja kesulitan tentang bagaimana memanage waktu. Diantara kegiatan –kegiatan atau kesibukan yang ada sebenarnya ada waktu senggang yang belum digunakan secara maksimal. Tentunya ini menjadi hal yang harus diperbaiki untuk tahun depan.
  2. Dari sisi kemanfaatan untuk orang lain. Hal ini tentunya juga masih jauh dari harapan. Selama ini masih banyak membutuhkan bantuan orang lain, daripada membantu orang lain. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanafaat untuk orang lain.
  3. Berkaitan tentang pencapain karya, saya sudah bersyukur sudah menghasilkan karya, walaupun jumlah karya juga masih jauh dari harapan. Maklum, masih dalam taraf belajar atau pemula. Ini menjadi pijakan awal, untuk terus berkarya dan terus berkarya. Kedepan, semoga tulisan bisa tembus di Koran KOMPAS.
  4. Puji syukur kepada Allah ditahun 2013 saya banyak ketemu orang-orang hebat yang mampu memberikan spirit dan terus memberikan inspirasi bagi saya. Tentunya tak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas semuanya, semoga bisa terus membawa manfaat buat orang lain.
  5. Tingkat kepercayaan diri sudah mulai lebih terbangun. Terimakasih sudah memberikan kepercayaan kepada saya untuk terus bisa bermanfaat untuk orang lain. Mulai dari memberikan training jurnalistik, training motivasi, dongeng, dan juga qiro’ah. Semoga potensi potensi yang ada terus bisa dikembangkan lagi di tahun 2014.
Untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada, setidaknya di tahun depan harus melakukan beberapa hal:
1.      Qiro’ah
-          Lebih intensif belajar dengan para qori’ dan qoriah yang sudah mumpuni.
-          Latihan mandiri dengan teratur
-          Olah vokal dan latihan nafas
-          Sering mendengarkan rekaman-rekaman qiroah
-          Jangan malu untuk belajar dengan yang lebih bisa.
2.      Dongeng
-     Latihan dengan master-master dongeng. Banyak para pendongeng-pendongeng senior yang ada di Jogja, tentunya aku nggak boleh malu untuk belajar sama beliau.
-     Olah vokal
-     Belajar menirukan suara tokoh, suara alam, kejadian dan suara makhluk hidup. (untuk lebih menghidupkan cerita)
-     Latihan rutin. (berkenaan dengan mimik, gerak tubuh bisa dilakukan didepan kaca)
-      Mencari referensi-referensi cerita yang mempunyai pesan hikmah yang bagus dalam rangka membangun moral dan budi pekerti anak-anak. Karena mereka juga tanggung jawab kita.
3.      Training motivasi’
-    Selalu belajar dan menggali ilmu pada master trainer. Sekali lagi HARUS tidak malu bertanya.
-     Memupuk motivasi diri terlebih dahulu. Bagaimana akan memberikan motivasi kepada orang lain, jika kita sendiri tidak mempunyai motivasi.
-  Belajar lebih lanjut tentang ICE BREAKER dalam rangka menunjang acara training, sehingga tak membosankan dan pesan mampu diterima oleh audience.
-   Jangan malu untuk mencoba, kesuksesan berawal dari kegagalan. Belajar kenapa kita gagal akan menunjang sebuah kesuksesan untuk selanjutnya.
-          Banyak membaca buku-buku psikologi dan omotivasi.
4.      Training jurnalistik
-      Lebih produktif lagi dalam menulis dan membuahkan karya.
-    Jangan malu untuk belajar dengan orang lain yang lebih mumpuni dalam hal ini. (fokus: penulisan artikel ilmiah populer)
-    Banyak update info terkini, baik dari media massa atau elektronik.
-    Banyak membaca.
-   Mencari cara-cara/ trik trik hebat yang mudah dipahami dan diaplikasikan oleh peserta training lebih khusus tentang bagaimana cara menulis artikel di media massa.
-   Di tahun 2014, saya pingin nerbitkan sebuah buku tentang kepenulisan artikel.
  1. Selama tahun 2013 ternyata belum bisa berbuat banyak dalam rangka membahagiakan orang tua. Baik itu dari prestasi atau materi. Ke depan semoga bisa membuat orang tua bahagia dengan prestasi, syukur-syukur dengan materi. Terkadang juga masih lupa mendoakan mereka, padahal mereka adalah segalanya bagi saya.
  2. Terkait perkuliahan di kampus dan menuntut ilmu di pesantren juga kiranya kurang maksimal. Kurang bisa fokus memperhatikan mateti yang disampaikan. Kedepan, harus lebih serius lagi. Mumpung masih muda, terus perbanyak ilmu. Hehe.
Tentunya kalau ditulis semua tak cukup 1-2 halaman, yaa… setidaknya ini menjadi sebuah refleksi diri dalam menghadapi tahun 2014 yang akan datang. Sesekali terbersit dalam pikiran, tahun 2014 ingin nikah. Tapi setelah dipikir-pikir ulang, masih terlalu cepat. Umur juga baru 22, profesi juga belum jelas, bahagiakan ortu juga belum dan masih banyak mimpi mimpi yang belum tercapai. Jadi nggak usah mikir-mikir gitu-gituan dulu ahh…fokus dulu nuntut ilmu, perbanyak wawasan dan pengalaman untuk bekal masa depan.
Aku yakin, di tahun 2014: SAYA… MUHAMMAD MANSUR (dg PDnya.haha) akan semakin SUKSES, Mimpi –mimpi yang saya tuliskan di buku agenda saya akan saya raih satu demi satu. Tentunya dengan ****USAHA-DOA-RIDHO  ORANG TUA***** semuanya akan terwujud. Amin.


Purworejo, 31 Januari 2013
Muhammad Mansur




Minggu, 22 Desember 2013

Nak, Kembalilah...!!!

Pagi yang cerah itu, Aldi hendak berpamitan kepada orang tuanya menuju kota pelajar, kota Jogjakarta. Saat itu, Aldi diterima di salah satu perguruan tinggi negeri di Jogjakarta. Dengan wajah haru bercampur perasaan bahagia, pamitlah Aldi kepada kedua orang tuanya.
“Ibu, Aldi pamit dulu yaa….minta doa restunya nggih pak, bu..!!! ucap Aldi.
“Iya le…ati ati ya… ning Jogja sing tenanan belajare. Ibu Bapak bantu doa, mugi lancar ya le..”” tutur ibunya.
 Terlihat juga, anggukan bapak dengan raut muka yang optimis memantapkan keputusan putranya untuk kuliah di Jogja.
Oo.. iya le, Ibu pesen..ati-ati srawung kaleh koncone nggih, pinter2 anggenipun bergaul.” Tambah tutur ibunya.”
Nggih bu..Aldi pamit riyen. Assalamu’alaikum” Jawab Aldi.
Terlihat raut muka Aldi yang penuh optimis menatap masa depan. Aldi memang anak yang rajin, bagus perangai dan tutur katanya, dan berbakti kepada orang tuanya.
Berangkatlah Aldi seorang diri menggunakan kereta Prameks dari Purworejo tempat kelahirannya menuju kota Jogja. Kebetulan saat itu, dia diterima kuliah pada progam studi Matematika pada salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Jogjakarta.

1 tahun kemudian….
Tak terasa, Aldi sudah berhasil menempuh kuliahnya selama 2 semester dalam kurun waktu 1 tahun. Saat ini pun Aldi beranjak di semester III. Pada semester I dan II, perjalanan akademiknya tak mengalami masalah, semua mata kuliah dilibas habis dengan memperoleh nilai diatas rata-rata teman-temannya. IPKnya pun selalu cum load. Namun, sejak semester tiga ini kenallah Aldi dengan teman-teman barunya yang ia jumpai ditempat-tempat nongkrong dekat kampusnya. Aldi termasuk orang yang mudah bergaul dan berinteraksi dengan teman temannya. Akrab dan semakin akrab, kondisi pertemanan mereka pun semakin menyatu. Namun, sayang teman barunya ini adalah para preman-preman yang sering nongkrong di dekat kampusnya.

Para preman –preman itu pun menggunakan kesempatan baik itu untuk menambah personel mereka. Mereka berlagak baik kepada Aldi. Nyatanya, Aldi sering diajak makan gratis oleh preman-preman itu. Kondisi Aldi yang memang berasal dari kalangan kurang mampu pun, menjadikan Aldi senang, uang kiriman yang sedikit itu pun bisa ia simpan, lantaran sering kali Aldi diajak makan gratis oleh para preman itu. 
Suatu saat, preman-preman itu mengajak Aldi kesuatu tempat. Namun, mereka tak menyebutkan pergi kemana. Aldi pun menuruti ajakan para preman itu. Dan ketika sampai di suatu tempat, Aldi pun terperanjat dan kaget, ternyata dia berada di sebuah nigh club, hiburan malam atau sejenisnya. Aldi pun sebenarnya tak mau masuk ke tempat maksiat itu. Namun, karena dipaksa, akhirnya Aldi tak kuasa menolak keinginan preman preman itu.
Dentuman suara bas yang dahsyat, lampu hip hop yang berwarna warni, dilengkapi para wanita-wanita mempesona turut meramaikan malam itu. Aldi pun lama kelamaan terbawa dengan suasana, ia pun melupakan nasehat yang dulu pernah ibu katakan kepadanya. Para preman itu pun berusaha mencekokinya dengan minuman keras. Godaan syaitan yang begitu besar pun menghinggapi diri Aldi, dan akhirnya ia meneguk beberap gelas  minuman keras. Pikirannya pun terbang melayang, seakan hidup di dunia lain. Tak ingat lagi tentang apa yang menjadi amanah yang harus ia emban selama di Jogja. Mata semakin memerah seraya berjalan dengan sempoyongan, sambil menikmati gemerlapnya dunia hiburan.  Sejak saat itulah, Aldi berubah. Bukan menjadi Aldi yang dulu yang tekun beribadah, rajin dan berprestasi. Malam-malam pun banyak ia habiskan dengan para preman itu.
Teman-temannya pun bertanya tentang keberadaan Aldi yang sudah berbulan bulan tak masuk kuliah. Nomer HPnya pun tak bisa dihubungi, lantaran HPnya ia jual untuk berfoya-foya dengan para preman itu. Ibunya pun turut resah, kenapa tak ada kabar dari putra tercintanya, karena biasanya setiap bulan memberikan kabar kepadanya, entah itu tentang aktivitasnya, kondisi perkuliahannya, atau sekedar curhat tentang permasalahannya.
“Pak…Aldi kenapa ya…kok ndak ada kabar beberapa bulan ini.. wonten nopo nggih pak…??? Tanya sang ibu kepada bapak.
Mpun tow bu, ndak usah dipikirkan. Anak kita ini sudah dewasa bu, mungkin sibuk dengan kuliah atau organisasinya di kampus, jadi ndak sempat ngasih kabar.” Jawab sang ayah menenangkan Ibu Aldi.”
Tapi pak..??? wong HPnya saja ndak aktif..hmm..ya sudah lah pak.semoga tak terjadi apa-apa….!!! Sahut sang ibu.

 Suatu ketika di malam hari….
Aldi kembali berada di tempat hiburan malam yang biasanya ia menghabiskan waktu disana. Waktu itu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Aldi dan para preman itu masih terhanyut dalam nikmatnya dunia malam, semakin larut maka semakin nikmat. Ketika itu ibu Aldi pun terbangun dan menunaikan sholat malam, seraya berdoa agar putranya  tercinta.
Ya Tuhan…jadikanlah putraku Aldi putra yang sholih, istiqomah dalam menghadapmu. Berilah kesehatan dan keselamatan kepadanya dari segala godaan yang menghadang. Jadikanlah ia, anak yang rajin dan pandai dan kelak bisa meraih apa yang dicita-citakannya. Jikalau, putraku berada dalam jalan yang sesat, kembalikanlah ia ke jalan yang lurus, jalan yang engkau ridhoi. Kembalilah anakku ke jalan TuhanMu..dst…)
(Sang ibu pun terus berdoa seraya meneteskan air mata dari kedua kelopak matanya, raut muka yang mulai keriput pun terlihat jelas, air mata itu membasahi pipinya dan menetes sampai diatas sajadah)
Tatkala sang ibu berdoa, ternyata bersamaan ketika Aldi akan meneguk minuman keras itu. Dan entah tak tahu kenapa, Aldi langsung teringat ibunya yang ada dirumah. Dia langsung kaget dan terperanjat, minuman keras yang ada dalam genggamannya pun terlepas dan jatuh ke lantai dengan bunyi yang keras. “Pyarrrrrrrr……..krumpyang………!!!! seketika orang-orang pun melihat kejadian itu dengan kaget.
Tidakkkkkkkkkkkkkk………tidakkkk…..kenapa aku disini. Ibuuuuuu…ibuuu……”teriak Aldi.
Dia kemudian berlari keluar sambil meneriak neriakkan ibunya. Para preman tadi pun membiarkan Aldi berlari keluar, karena mereka dalam kondisi tak sadarkan diri.
Aldi pun berlari dan menyusuri sepanjang jalan yang sepi, hanya lampu-lampu kota dan beberapa kendaraan yang lalu lalang malam itu.
Dia merenungi dirinya seraya menangis, meneteskan eluh yang tak henti-hentinya. Ia sesali perbuatan yang selama ini ia lakukan. Ia teringat oleh nasihat-nasihat yang ibunya katakana kepadanya. Ia teringat akan masa kecilnya, ketika ibunya mengurusnya dengan tulus ikhlas, menyuapinya dan memandikannya dengan penuh kesabaran, ketika ibunya mengajarinya berbicara, membaca, dan menulis, sampai bapak ibunya membiayainya untuk bisa bersekolah, walaupun dengan jerih payah yang luar biasa. Ia teringat ketika ibunya berjualan sayur di pasar dengan tetesan keringat dari keningnya. Ia teringat jerih payah ayahnya sebagai pengayuh becak, yang berjuang keras mencari nafkah supaya putranya bisa sekolah. Ingatan-ingatan masa kecil dengan ayah ibunya menghantui pikirannya dan terus terpirkan. Tetes demi tetes air mata pun terjatuh dari matanya yang sayup sayup, membasahi jalan aspal itu.
Aldi pun berhenti pada sebuah trotoar yang sepi, dia duduk dipinggir jalan seraya merenungi apa yang telah dilakukannya selama ini. Aldi bertaubat atas kesalahannya selama ini, dia berkomitment akan kembali ke jalanNya dan akan selalu melakukan apa yang dipesankan kepada orang tuanya. Dia juga teringat pada sebuah kata yang tertempel di sebuah bangunan di kampusnya, Anglaras ilining Banyu, Angeli Ananging ora keli. Ucapan Sunan Kalijogo itu artinya kurang lebih mengajak kita untuk menyelaraskan diri dengan arus zaman, tapi jangan sampai terhanyut dalam arus itu. Dia punya komitmen akan tetap menggauli para preman itu dengan tidak hanyut dalam perbuatan buruk yang dilakukannya, tapi sebisa mungkin dengan perlahan, dia akan merubah para preman itu menuju jalan yang lurus menuju jalan yang diridhoiNya.
Terimakasih atas nasehat dan doa ibu, sehingga Aldi kembali di jalanNya.
Sungguh mulia, jasa-jasa sang ibu...""""""
****SELAMAT HARI IBU***


Depok, 23 Desember 2013.
Penulis,

Muhammad Mansur




Jumat, 20 Desember 2013

Resentralisasi Pendidikan: SebuahTawaran Solusi (METRO RIAU 20/ 12/ 2013)


Resentralisasi Pendidikan: SebuahTawaran Solusi

Problematika pendidikan di Indonesia tak ada hentinya bergulir. Pendidikan menjadi satu topik yang tak ada habisnya untuk dibicarakan. Penuh dengan permasalahan permasalahan dan sejatinya memang harus dicarikan solusinya. Seperti yang telah kita tahu bahwasannya pola pendidikan di Indonesia memakai pola desentralisasi pendidikan. Dengan adanya pola ini, maka pemerintah kabupaten/ kota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pendidikan daerahnya. Hal ini berlandaskan pada Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.  Kebijakan ini berimbas pada porsi kewenangan daerah menjadi lebih besar dalam  mengelola pendidikan didaerahnya daripada pemerintah pusat.
            Adanya sistem desentralisasi pendidikan tak terlepas dari permasalahan baru yang muncul. Faktanya di lapangan, ternyata koordinasi antara Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan Propinsi, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota masih lemah sehingga terjadi keterkaitan yang hilang (missing link). Kondisi ini bisa kita lihat, misalnya: terjadinya keterlambatan informasi dari pusat ke daerah tentang berbagai kebijakan baru, pelaporan dari sekolah ke propinsi/ kota  ke pusat terkadang tidak disampaikan secara cepat,  selain itu distribusi dana seringkali mengalami kebocoran ditengah jalan, sehingga jumlah yang diterima daerah di lapangan tak sesuai dengan jumlah yang seharusnya tercantum di pusat.
Akibat adanya kebijakan desentralisasi pendidikan, muncul banyak raja-raja kecil di daerah. Raja-raja kecil itu adalah pemangku kekuasaan yang ada di daerah yang menggunakan kekuasaannya demi kepentingan pribadinya. Adanya kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengelola pendidikan tentunya menjadi lahan empuk untuk dijadikan sasaran. Pendidikan pun dijadikan sebagai proyek besar para penguasa dan menjadi sasaran utama untuk merauk keuntungan. Akhirnya, praktik praktik korupsipun menjalar sampai daerah.
Kondisi diatas menjadi bahan evaluasi untuk merubah pola pendidikan untuk beralih kembali menjadi resentralisasi pendidikan. Dalam artian, mengubah kembali kebijakan desentralisasi pendidikan menjadi sentralisasi pendidikan yang dulu pernah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, urusan pendidikan kembali lagi diserahkan kepada pemerintah pusat mengingat urgensi pendidikan bagi masa depan. Setidaknya, ini menjadi sebuah tawaran solusi  dalam rangka memperbaiki pola pendidikan di Indonesia. 
Kembalinya pola pendidikan menjadi sentralisasi, tentunya tidak serta merta dilakukan, namun harus terus dilakukan kajian mendalam dan evaluasi kebijakan. Dengan demikian, pola sentralisasi pendidikan tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan baru. Memang, resentralisasi pendidikan menunjukkan kemunduran otorisasi pendidikan oleh daerah karena porsi daerah menjadi berkurang dalam mengambil peran mengelola pendidikan. Namun, dalam resentralisasi pendidikan  tak menutup kemungkinan pemerintah pusat memberikan sedikit porsi untuk daerah dalam mengelola aspek-aspek tertentu. Aspek tertentu yang dimaksud misalnya dalam menyesuaikan muatan kurikulum sesuai dengan kondisi dan potensi lokal di daerahnya. Hal ini dikarenakan karena faktanya kondisi dan potensi masing-masing daerah tidak sama, sehingga hal ini perlu disesuaikan. Hanya saja koordinasi dan pengawasan harus benar-benar dimaksimalkan sehingga tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Sedangkan terkait kebijakan anggaran/ dana pendidikan serta tenaga pendidik sudah seharusnya menjadi kewenangan pusat dalam pengelolaannya.
Dalam menjalankan pola pendidikan sentralisasi, setidaknya pemerintah pusat harus merencanakannya dengan matang-matang sebelumnya, sehingga dalam pelaksanaan nantinya bisa berjalan dengan lancar. Pemerintah harus mempertegas kembali pola koordinasi dari pusat sampai daerah, terlebih dalam masalah anggaran pendidikan yang terkenal riskan. Dengan resentralisasi pendidikan, paling tidak menjadi sebuah solusi pengelolaan pendidikan yang lebih baik daripada terjadi benturan dan politisasi pendidikan di daerah daerah yang merugikan bangsa ini.

*) Muhammad Mansur,S.Pd.I Peneliti di Prodi Pendidikan Islam pada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 

Senin, 16 Desember 2013

Mari Belajar Matematika Korupsi (METRO RIAU, 16/ 12/ 13)


Mari Belajar Matematika Korupsi

Kegelisahan masyarakat Indonesia semakin dalam menyusul berita korupsi yang tak pernah usai diberitakan media massa ataupun elektronik. Satu per satu elit politik, pemangku kekuasaan terjerat dalam kasus korupsi yang semakin menjadi jadi. Uang seakan sudah menjadi Tuhan. Dengan uang apa saja bisa dilakukan. Bahkan, wanita pun bisa dibeli dengan uang. Mungkin itulah pola pikir para koruptor negeri ini. Dengan demikian, para pejabat pemerintah menggunakan kesempatan untuk mengeruk uang sebanyak-banyaknya selama ia menjabat.
Jika dihitung-hitung, gaji para pejabat pemerintah tak akan cukup untuk membeli sejumlah mobil mewah dan rumah megah tanpa melakukan sebuah tindakan bernama korupsi. Kalau dihitung,  gaji selama ia menjabat tak akan bisa menutup biaya pencalonannya untuk bisa meraih kursi empuk di pemerintahan. Lalu, korupsilah yang menjadi satu-satunya jalan untuk menutup biaya-biaya yang telah begitu banyak  dikeluarkan demi sebuah kekuasaan. Itulah namanya matematika korupsi. Pengeluaran yang besar harus ditutup dengan pemasukan yang besar pula.
Satu hal yang perlu di soroti adalah kenapa korupsi ini terus terjadi di negeri ini? Terlebih dilakukan oleh kaum muslim yang tidak sepi dari pelajaran agama. Bisa dipastikan sejumlah tikus-tikus koruptor pernah mengenyam pendidikan agama. Bukankah agama mengajarkan nilai-nilai kebaikan?
Revolusi Theologis
Satu hal yang terkadang menjadi salah adalah karena pemahaman akan agama yang kurang pas. Dalam agama Islam disebutkan bahwa jumlah dosa setara dengan perbuatan dosa yang dilakukan, sedangkan dalam urusan pahala, Tuhan melipat gandakan pahala bagi pelakunya. Bahkan, untuk pahala bersedekah konon bisa dilipatgandandakan sampai 700 kali apalagi dilakukan di bulan Ramadhan. Teks agama mengatakan seperti itu.
Lebih mudahnya, ibarat orang korupsi 100 juta maka ia mendapatkan balasan dosa yang disetarakan 100 juta. Lalu dia bershodaqah 10 juta saja, maka bisa dipastikan ia akan mendapatkan pahala 7 milyar.  Kemudian, dalam agama Islam ada sebuah pemahaman bahwa amal manusia nantinya akan ditimbang di akhirat. Barang siapa yang timbangan pahalanya lebih besar dari dosanya maka akan masuk surga, pun sebaliknya jika timbangan dosanya lebih banyak dari pahalanya maka akan masuk neraka. Kalau kita menghitung hitung pahala orang korupsi 100 juta dengan menyedekahkan 10 juta harta korupsinya, maka akan mendapatkan hasil yang mengejutkan. Berdasarkan hitungan matematis di atas, maka akan menghasilkan pahala yang lebih banyak dari pada dosanya. Dengan demikian, para koruptor akan masuk surga lantaran pahalanya lebih banyak dari dosanya. Bisa jadi, pemahaman demikianlah yang dipahami para koruptor sehingga terus saja melalukan tindakan korupsi.
Tentunya, dalam memahami agama tidak boleh sedangkal itu. Inilah sebenarnya yang harus dirubah, melakukan sebuah revolusi theologis. Sebuah pembenahan pemahaman-pemahaman ajaran Ketuhanan yang salah penafsiran. Tuhan tak mungkin mengingkari janjinya, apapun perbuatan manusia akan mendapat balasan yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukan. Begitu pula, balasan bagi para koruptor di akhirat nanti. Kebanyakan orang hanya sebatas mengenal Tuhan dan sifat-sifatnya, namun tak menyadari akan hadirnya Tuhan yang akan selalu mengawasinya. Jikalau, para pejabat pemerintah sadar akan hadirnya Tuhan yang selalu mengawasinya. Maka apapun yang dilakukan akan sesuai dengan ajaranNya dan tak akan ada lagi tindakan korupsi di negeri ini.


                                                *) Muhammad Mansur, Peneliti di Prodi Pendidikan                                                        Islam pada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga                                                                                                                      Yogyakarta

Beri Pemahaman Masyarakat tentang Kesehatan Reproduksi (KR,10 12/12/13)



Beri Pemahaman Masyarakat tentang
Kesehatan Reproduksi

Perilaku masyarakat kini kian memprihatinkan. Perilaku-perilaku menyimpang pun kerap terjadi di masyarakat. Salah satu contohnya adalah praktek seks bebas yang banyak dilakukan di lingkungan masyarakat. Perilaku seks bebas itu merupakan salah satu sebab munculnya berbagai jenis penyakit kelamin yang dialami masyarakat. Realitas ini terjadi seperti di kecamatan Cangkringan, Sleman yang dikabarkan bahwa banyak warga Cangkringan yang terjangkit penyakit kelamin. Berdasarkan data yang dihimpun sejak tahun 2012 mengungkapkan bahwa dari 25 puskesmas di Sleman, kecamatan Cangkringan menduduki peringkat pertama banyaknya warga yang terinfeksi penyakit kelamin.
Kondisi diatas disinyalir karena banyaknya warga yang seringkali berganti-ganti pasangan sehingga penyakit kelamin pun mudah menyebar. Lalu, kenapa warga masyarakat masih melakukan tindakan bejat itu? Hal ini pun terjadi, karena pemahaman masyarakat akan hubungan seks yang sehat masih dangkal. Dengan demikian, masyarakat tetap saja melakukan ganti-ganti pasangan untuk memenuhi kebutuhan nafsu birahinya. Kecenderungan masyarakat untuk melakukan seks bebas juga dipicu karena hadirnya praktik-praktik prostitusi yang ada di lingkungan masyarakat. Kondisi keimanan yang dangkal pun memicu perilaku menyimpang itu terus dilakukan.
Pemahaman masyarakat
Hal mendasar yang bisa dilakukan untuk mencegah merebakanya penyakit kelamin di lingkungan masyarakat adalah dengan memahamkan masyarakat. Warga harus memahami apa dampak atau akibat yang akan dialaminya jikalau melakukan hubungan seks bebas dengan cara berganti-ganti pasangan. Sudah saatya pemerintah melalui dinas terkait dalam hal ini dinas kesehatan untuk memberikan pengertian yang mendalam tentang kesehatan reproduksi termasuk didalamnya tentang bahaya seks bebas. Pemahaman kepada masyarakat bisa dilakukan pemerintah dalam bentuk sosialisasi, bekerja sama dengan aparat desa. Pemahaman akan bahaya seks bebas juga bisa terintegrasi dalam kegiatan keagamaan di masyarakat, misalnya melalui forum-forum pengajian. Seorang mubaligh juga sangat mempunyai peran besar dalam memberikan pemahaman akan bahaya seks bebas. Tentunya, ini akan efektif dengan memberikan pemahaman  terhadap masyarakat, diperkuat lagi dengan dalil-dalil agama yang memang tidak membolehkan perilaku menyimpang ini.
Bentengi keimanan
            Seperti diungkapkan di awal, bahwa lemahnya iman dapat memicu perilaku seks bebas. Untuk itu warga masyarakat harus membentengi diri dengan keimanan. Perlu diadakan kegiatan-kegiatan rutin yang mampu memupuk relegiusitas warga masyarakat. Dengan demikian keimanan akan menumbuhkan keimanan sebagai tameng untuk tidak melakukan perilaku menyimpang. Dalam hal ini tokoh-tokoh agama mempunyai andil besar dalam membangun masyarakat yang religi sehingga tak lagi melakukan perilaku menyimpang yang akan berdampak pada munculnya penyakit kelamin. Apabila masyarakat paham akan bahaya seks bebas dan terus membentengi diri dengan keimanan, maka tak akan lagi ada perilaku-perilaku menyimpang yang akan berakibat pada munculnya penyakit kelamin.
*) Muhammad Mansur, mahasiswa Pendikan Islam Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijag Yogyakarta. 

Menjadi Guru Bermental Motivator (KR, 04/12/13)


Meminimalisir Dampak Pemotongan Kuota (Majalah BAKTI Kemenag DIY edisi September 2013)


Meminimalisir Dampak Pemotongan Kuota

Kerisauan pun mulai dirasakan oleh calon jamaah haji Indonesia.  Bukan karena tak sanggup membayar uang pelunasan haji, tetapi karena tersiarnya kabar terjadi pemotongan kuota haji Indonesia tahun 2013 sebanyak 20 %. Kabar tersebut dikirimkan oleh Kementrian Haji Kerajaan Arab Saudi kepada Kementrian Agama RI tertanggal 6 Juni 2013.
Keputusan pahit pemotongan kuota haji tahun ini dilakukan menyusul adanya renovasi Masjidil Haram. Kenyataan pahit ini akan menimbulkan kerugian pihak Indonesia yang ditaksir mencapai 800 milyar. Jumlah yang cukup funtastis memang. Kerugian tersebut bersumber dari uang muka penginapan yang sudah terlanjur dibayar, katering dan penerbangan. Dampak pemotongan kuota haji juga berdampak pada daftar antri haji Indonesia semakin panjang akibat adanya penundaan pemberangkatan jumlah calon jamah haji. Jika memang keputusan pemotongan haji ini sudah menjadi keputusan final, lalu apa yang harus bisa dilakukan?
Optimalisasi Lobi
Untuk meminimalisir kerugian akibat dari pemotongan kuota haji, pihak penyelenggara haji dalam hal ini Kemenag harus benar-benar bisa mengoptimalisasikan lobying kepada pihak pihak terkait. Penyelenggara haji harus benar benar bisa melobi pihak kerajaan Arab Saudi agar meningkatkan kuota haji untuk tahun-tahun berikutnya. Terlebih jika renovasi Masjidil Haram telah selesai. Hal ini sebagai upaya pengganti atas pemotongan kouta haji tahun ini. Pihak pengelola haji harus bisa melakukan upaya lobi kepada pengelola penginapan, catering, dan penerbangan agar bisa memaklumi penundaan kuota haji ini dan paling tidak bisa mengembalikan biaya yang sudah dibayarkan, walaupun tak 100 %. Paling tidak, ini akan meminalisir kerugian yang diderita.
Beri  pemahaman kepada jamaah
Langkah Kemenag untuk mengurangi beban psikologis para calon jamaah haji adalah dengan melakukan sosialisasi. Sosilisasi dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada calon jamaah haji karena hal ini merupakan keputusan final dari pihak kerajaan Arab Saudi menyusul adanya renovasi Masjidil Haram. Pihak penyelenggara haji juga harus bisa memberikan pengertian kepada jamaah yang sudah pernah haji, tapi ingin menunaikan haji kembali untuk bisa legowo memberikan kesempatan kepada para calon jamaah haji yang lain.
            Adanya keputusan pahit ini harusnya tetap menjadi pembelajaran bagi calon jamaah haji untuk bisa terus bersabar. Dengan terus berdoa agar tetap diberikan kesehatan dan panjang umur sehingga bisa menunaikan ibadah haji di tahun-tahun mendatang.
             
*)Muhammad Mansur, S.Pd.I, guru MI Wahid Hasyim Yogyakarta, mahasiswa Pasca Sarjana UIN Suka Yogyakarta.  

Haji dan Perilaku Korupsi (OPINI KR, 07/09/ 2013)


 Haji dan Perilaku Korupsi

Banyak orang bertanya-tanya, kenapa para koruptor di negeri ini kebanyakan sudah menunaikan ibadah haji? Sebut saja mereka para aktivis partai yang katanya ingin mengabdikan diri untuk bangsa ini, tak sedikit dari mereka sudah bertitle “haji”, bahkan sudah berkali kali menunaikan ibadah ke tanah suci. Lalu, kenapa tindakan korupsi masih saja mereka kakukan. Bukankah mereka sudah melengkapi rukun islamnya dengan berhaji?
Pertanyaan diatas sudah sepatutnya kita renungkan bersama. Apakah ada yang salah dengan ibadah haji yang dilakukan oleh para jamaah haji di Indonesia? Sebenarnya ini menyangkut pribadi masing-masing orang. Namun, apa salahnya kita mengoreksi bersama bagaimana tindakan amoral yang dilakukan oleh orang yang bertitle haji itu terus dilakukan.
Yang menjadi sorotan pertama kali adalah bahwa saat ini haji hanya dipandang dari segi ritual semata bukan pada aspek maqoshid/ maksud dan tujuan ibadah haji itu sendiri. Semuanya berhenti sebatas pelakasanaan ritual peribadatan fisik, belum pada aspek pemaknaan dan refleksi ibadah haji dalam sendi sendi kehidupan. Dengan demikian, para jamaah pun mempunyai niatan yang berbeda beda dalam menunaikan ibadah haji. Ada yang hanya ingin menaikkan status sosial dengan menyandang gelar haji/ hajjah, ingin unjuk kekayaan kepada orang lain, atau niatan niatan lain yang semestinya itu dikubur dalam-dalam.
Memang, kita tidak bisa serta merta menyalahkan para jamaah haji, karena memang tidak semua lembaga bimbingan haji menjelaskan hakikat dan makna ibadah haji itu sendiri secara mendalam. Kebanyakan hanya berhenti pada tata cara peribadatan haji. Hal demikian mengakibatkan tak ada perubahan moralitas yang lebih baik antara sebelum dan sesudah melakukan ibadah haji. Al hasil, para pejabat pemerintah yang sudah bertitle haji pun masih saja melakukan tindakan bejat berupa korupsi. Hal ini tentunya harus disorot tajam oleh para penyelenggara ibadah haji.  Dalam hal ini Kementrian Agama (Kemenag)  ataupun pihak lembaga  bimbingan haji harus benar-benar menaruh perhatian khusus pada aspek ini. Dengan demikian, haji tak hanya sebatas aspek ritual peribadatan namun juga berimbas pada perubahan tingkah laku.
Pelurusan Niat
Haji sebagai ibadah yang mulia haruslah didasarkan pada niatan karena mencari ridho Allah dalam rangka memenuhi panggilan Allah. Ibadah haji bukan semata untuk mendapatkan title haji yang menyebabkan riya’. Seyogyanya orang yang benar-benar ikhlas melaksanakan ibadah haji tak akan marah ketika namanya tak dipanggil dengan sebutan haji. Tapi, terkadang realitas yang ada sekarang, masih ada saja orang yang kurang berkenal jika tak dipanggil dengan gelar haji. Niat inilah sebenarnya yang harus dibenahi.  Sejak awal sebelum jamaah haji berangkat ke tanah suci haruslah terlebih dahulu meluruskan niat karena memenuhi panggilan Allah SWT, bukan karena sebab riya’ kepada manusia.
Pemahaman Ritual Haji
Ibadah haji merupakan puncak spritual yang kegiatannya paling kompleks. Mulai dari kegiatan fisik, lisan dan rohani serta pengorbanan jiwa dan raga. Artinya semua aspek tercakup dalam ibadah haji. Dalam ritual haji harusnya dimaknai dengan benar. Tak sebatas pada prosesi lahiriah formal tapi bagaimana menjadi sebuah moment revolusi diri baik aspek lahir ataupun batin.
Tentunya bila ditelisik lebih lanjut terdapat sebuah makna dari ritual ibadah haji. Ritual haji dijalankan sebagai wujud penghambaan hamba terhadap sang Kholiq. Dan jika ditelusuri, ternyata terdapat berbagai hikmah yang bisa dipetik dari ritual ibadah haji. Itu semua harusnya bisa memberikan makna yang mendalam kepada jamaah haji. Dan ini merupakan salah satu tugas utama pihak penyelenggara haji dan lembaga bimbingan haji untuk tidak sekedar mengajari tata cara peribadatan, tapi juga pemaknaan ritual haji itu sendiri. Dengan demikian, setelah pulang dari ibadah haji bisa menjadi pribadi yang semakin taqwa, unggul dan bermoral sehingga tak ada lagi tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah yang bertitle haji.

*)Muhammad Mansur, S.Pd.I, mahasiswa Pasca Sarjana UIN Suka, santri Ma’had Aly PP. Wahid Hasyim Yogyakarta.

Jangan Anggap Remeh Pendidikan Pesantren? (Majalah BAKTI Kemenag DIY edisi Juni 2013)




Jangan Anggap Remeh Pendidikan Pesantren?

                 Bangsa Indonesia kini dihadapkan pada problematika yang tak akan ada habisnya. Yaitu semakin lunturnya moralitas peserta didik. Terlihat banyak sekali ulah para peserta didik yang sebenarnya itu tak pantas dilakukan oleh seorang penuntut ilmu. Lihat saja, banyak sekali para pelajar yang melakukan tindakan seks bebas, penyalahgunaan narkoba, tawuran antar pelajar, belum lagi penganiayaan bahkan sampai pembunuhan. Hal diatas bukanlah hal yang mengejutkan lagi, tapi hal ini sungguh memprihatinkan bagi kita semua.
                 Pendidikan di sekolah, seakan tak cukup membendung perilaku bejatnya peserta didik kita generasi akhir-akhir ini. Lalu, bagaimanakah peran pendidikan dalam hal ini? Tentu, kita akan berpikir kenapa hal ini sampai bisa terjadi padahal peserta didik adalah orang yang berpendidikan. Setidaknya, mereka tahu mana yang boleh dilakukan dan mana yang tak boleh dilakukan. Inilah yang menjadi sebuah keresahan yang harus dicarikan solusi secara cepat dan tepat.
                 Terkadang, orang menganggap pendidikan pesantren sebagai sesuatu yang kuno, atau ada yang menyebutkan lagi kolot. Mereka tanpa tahu, bagaimana sebenarnya pendidikan pesantren. Pendidikan pesantren inilah, yang sebenarnya bisa menjadi solusi akan permasalahan diatas. Bagaimana tidak, pendidikan pesantren menjunjung nilai-nilai moralitas yang tinggi yang bisa menjadikan kepribadian siswa lebih berakhlak. Tentunya, akan sangat berbeda kualitas peserta didik jebolan sekolah umum, dengan peserta didik jebolan sekolah / madrasah yang terintergrasi dengan kurikulum pesantren.
                 Pendidikan pesantren saat ini malah bisa dikatakan sebagai pendidikan yang plus artinya mempunyai nilai lebih. Kenapa demikian? Karena selain menyelenggarakan pendidikan umum, pendidikan pesantren juga membekali para peserta didik dengan aspek agama sebagai bekal hidup nanti. Sehingga, nantinya jebolan pendidikan pesantren tak hanya sekedar pintar tapi juga bermoral. Tidak ketinggalan, pendidikan pesantren saat ini juga turut mengimbangi dunia teknologi yang yang berkembang pesat. Jadi, jangan khawatir lulusan pesantren menjadi lulusan yang gaptek.
                 Sekolah/madrasah yang terintegrasi dengan pesantren mampu menjadikan siswa lebih mandiri, disiplin dan tanggungjawab. Kehidupan di pesantren, secara tidak langsung mengajari peserta didik untuk menjadi pribadi yang mandiri, disiplin, tanggungjawab dan tentunya berakhlakul karimah. Sosok figur kyai di pesantren juga akan turut mempengaruhi kepribadian dan sikap peserta didik (sebut: santri). Sosok santri secara langsung akan melihat figur seorang kyai dan meneladani kepribadian/ sikap seorang kyai. Disini juga akan terlihat sikap lebih menghargai seorang guru atau yang kita kenal dengan istilah ta’dzim. Keta’dziman seorang santri akan terlihat dalam kesungguhan hatinya dalam menuntut ilmu di pesantren.
                 Sebagai pendidikan yang mengedepankan aspek moralitas, tentunya sangat mengedepankan nilai-nilai luhur dan karakter peserta didik. Peserta didik, sejak dini dibiasakan dengan mengucap salam bila bertemu teman atau bapak ibu guru, pembiasaan aspek ibadah, dan belajar menghargai sesama karena hidup dalam kebersamaan. Hal ini akan menjadi karakter kuat peserta didik yang nanti akan terus ia bawa sampai dewasa.
                 Di jenjang sekolah menengah, pendidikan pesantren saat ini terus berbenah menawarkan program-program unggulan dalam rangka mengembangkan peserta didik menjadi manusia yang mampu hidup di zamannya. Saat ini, peserta didik di pesantren tidak hanya dibekali dengan ilmu pengetahuan umum, ataupun pengetahuan agama, tetapi juga dibekali dengan ketrampilan-ketrampilan khusus. Terlihat, banyak sekali pendidikan pesantren yang menawarkan program ketrampilan, baik itu teknik mesin, menjahit, sablon, TI (Teknologi dan Informasi), tata boga dan lain sebagainya. Hal ini merupakan langkah-langkah efektif guna menyiapkan para peserta didik mampu berkompetisi kelak di kehidupan yang sebenarnya.
                 Kini, pendidikan pesantren semakin diburu oleh masyarakat karena masyarakat sudah bosan dengan pendidikan umum yang hanya mencetak orang yang cerdas tapi tak bermoral, orang yang pintar tapi untuk memintari orang lain. Hal ini terbukti, banyak sekali para pejabat-pejabat pemerintah yang melakukan tindak pidana korupsi. Padahal mereka tahu, bahwa korupsi merupakan tindakan yang tidak baik. Namun, tetap saja ia lakukan karena imannya mudah tergoda oleh hal-hal keduniawian. Mereka sebenarnya orang cerdas, tapi tak bermoral. Itulah yang menjadi negeri ini seakan hanya berjalan ditempat dan kurang terdengar gaungnya di kancah nasional. Hal itu disebabkan karena pejabat pemerintahnya hanya mengurusi kepentingannya masing-masing. Mereka hanya disibukkan dengan mencari sela-sela, peluang atau ruang kosong yang bisa  mereka gunakan untuk jalan mengkorup uang rakyat.
                 Pendidikan pesantren akan sangat memungkinkan menjadi salah satu solusi dalam mencetak para pemimpin yang amanah. Bangsa ini sudah rindu dengan pemimpin bangsa yang jujur, amanah, tanggungjawab dan bisa mengayomi masyarakat. Namun, sayangnya sampai saat ini belum tampak pemimpin yang dimaksud. Para elite politik hanya mengumbar janji manis di awal, dan melupakan janjinya ketika impiannya sudah tercapai. Hal inilah realitanya, pemimpin bangsa ini hanya kerap melakukan kebohongan publik.
                 Maka dari itu, berharap terlahir pejabat pemerintah jebolan dari pendidikan pesantren yang mengedepankan aspek kejujuran. Yang tidak hanya cerdas, tapi bermoral.  Sehingga bisa menjalankan tugas dengan penuh amanah, tanggungjawab serta menjunjung tinggi kepentingan masyarakat. Dengan pendidikan pesantren, diharapkan mampu melahirkan para kaum intelektualis yang agamis, ataupun agamawan yang intelektualis. Semoga!

 (* Muhammad Mansur, Guru dan Waka. Kurikulum MI Wahid Hasyim.

Jangan Anggap Remeh Ekstrakurikule (KR ,12/02/13)


Jangan Anggap Remeh Ekstrakurikuler

Setiap orang pasti mempunyai bakat dan potensi masing-masing. Tak ubahnya siswa kita, mereka mempunyai bakat, potensi ataupun kecenderungan masing-masing dalam satu bidang tertentu. Hanya saja, terkadang para guru mengabaikan hal itu. Guru hanya memandang siswa hanya dalam tataran kognitif saja, padahal dibalik itu semua, kemungkinan siswa mempunyai keahlian atau ketrampilan tertentu yang tidak dipunyai oleh siswa lainnya. Inilah yang kerap terjadi  di dunia pendidikan kita.
Media pengembangan bakat dan potensi siswa yang sering kita kenal saat ini sering kita sebut dengan kegiatan ekstrakurikuler. Ada banyak macam kegiatan ekstrakurikuler, diantaranya kegiatan olahraga, pencak silat, marching band, menyanyi dan menari, pelatihan menulis,  qiro’ah, kaligrafi, pelatihan pidato/ ceramah, dan masih banyak lagi kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang bisa diselenggarakan sekolah dalam rangka mengembangkan bakat dan potensi siswa.
Tentunya tidak semua kegiatan diatas harus diikuti siswa, namun disesuaikan dengan kecendurangan bakat dan potensi siswa lebih mengarah pada kegiatan apa. Jika siswa mempunyai hobi mengarang, maka bisa diikutkan kegiatan pelatihan menulis, jika siswa lebih cenderung senang bermain bola, maka berikan fasilitas kepada siswa yang bersangkutan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sepak bola.
Kegiatan ekstrakurikuler ini mempunyai banyak manfaat disamping untuk mengembangkan bakat dan potensi siswa, tetapi juga dalam rangka untuk mempersiapkan siswa lebih dini dalam mengikuti perlombaan-perlombaan yang diadakan tiap tahunnya. Karena hampir tiap tahun, banyak diselenggarakan kegiatan perlombaan yang diadakan oleh lembaga formal ataupun non formal. Keikutsertaan siswa dalam mengikuti lomba, tentunya akan mengangkat citra sekolah apabila siswa yang bersangkutan memenangkan perlombaan. Hal ini akan sangat berdampak pada nama baik sekolah yang akan semakin tinggi karena prestasi yang diperoleh siswa.
Terkadang ekstrakurikuler yang ditekuni siswa malah mengantarkan pada kesuksesannya. Banyak lulusan-lulusan dari lembaga pendidikan yang sukses bukan karena kemampuan kognitifnya, tetapi lantaran ketrampilan yang ia kembangkan di sekolahnya dulu melalui kegiatan ekstrakurikuler. Maka dari itu, kita tidak boleh menganggap remeh kegiatan ekstrakurikuler. Mari, terus kita kelola kegiatan ekstrakurikuler dengan sebaik-baiknya dalam rangka mengembangkan bakat dan potensi anak didik kita.

*)Muhammad Mansur, Guru sekaligus Waka. Kesiswaaan MI Wahid Hasyim

Perlunya Sosialisasi (Suara Merdeka,01/ 12 / 12)



Perlunya Sosialisasi

Harapan untuk membentuk generasi berkarakter pun mulai tercermin dalam semangat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk membentuk kurikulum baru yang menonjolkan aspek karakter. Selama ini pendidikan Indonesia dinilai hanya menyentuh aspek kognitif siswa, belum pada aspek psikomotorik ataupun afektif. Itulah mengapa moral anak negeri semakin tergerus, cermin generasi berkarakter pun mulai menghilang. Akhirnya, terjadilah berbagai aksi tawuran pelajaran yang terjadi dimana-mana, pelecehan seksual, penganiyaan dan bahkan pembunuhan antar pelajar serta aksi-aksi lain yang melanggar norma dan etika.
Tentunya, ini menjadi perhatian besar Kemendikbud untuk mengupayakan generasi yang berkarakter yang jauh dari tindakan-tindakan amoral. Dalam hal ini dengan terus memperbaiki mutu pendidikan nasional. Diantara yang dilakukan adalah melakukan perubahan kurikulum yang mengarah pada penguatan aspek karakter. Karena selama ini kurikulum di Indonesaia terkesan hanya banyak muatan pelajaran, tapi sifatnya hanya menjangkau aspek kognitif siswa. Sehingga, siswa pun hanya menjadi tahu akan ilmu tapi nihil akan pengaplikasian dalam sikap sehari-hari.
Kunci dalam keberhasilan kurikulum adalah terletak dari pengaplikasian kurikulum tersebut. Yang dalam hal ini adalah seorang guru, karena beliaulah pelaksana kurikulum yang disusun oleh pemerintah. Yang terjadi selama ini program-program Kemendikbud belum bisa tersosialisasikan dengan baik. Akhirnya banyak guru yang tak tahu menahu. Contoh nyata, banyak guru yang tak paham betul bagaimana membuat Kurikukulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di lembaga pendidikan. Sehingga proses pendidikan di sekolah yang bersangkutan pun tidak terencana dengan baik, akhirnya peserta didik yang dihasilnya pun juga tak sesuai dengan yang diharapkan.
Maka dari itu, apabila memang kurikulum baru ini akan diterapkan di tahun 2013, kiranya perlu disosialisasikan secara matang kepada para guru. Sehingga tak terjadi ketimpangan antara konsep kurikulum yang telah dibuat dengan aplikasi dari kurikulum itu sendiri. Sosialisasi ini terbilang penting untuk memahamkan para guru dalam bagaimana cara mengaplikasikan kurikulum yang baru yang tentunya berbeda dengan kurikulum yang dulu. Dengan konsep kurikulum yang baik dan pengaplikasian yang baik pula, maka tak mustahil bisa mencetak generasi penerus bangsa yang berkarakter sebagai ujung tombak kemajuan bangsa ini. Semoga!

 (* Muhammad Mansur, mahasiswa FTK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta asal dari Purworejo.

Perundingan Bersama (Republika, 28 /12/ 2012)



Perundingan Bersama

Tidak mudah memang menyelesaikan persoalan saling tempur antara Israel dan Palestina. Sudah sejak dulu, terjadi konflik hingga saat ini.  Solusi perdamaian antara Israil dan Palestina adalah sebuah perundingan bersama kedua belah pihak yang mewakili kedua kubu. Dalam perundingan ini pun tidak boleh semata-mata dilakukan kedua belah pihak, tapi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) juga harus menjadi penengah kedua belah pihak. Sehingga perjanjian damai yang dilakukan tidak berat sebelah.
Dalam perundingan itu juga dibutuhkan komitmen kedua belah pihak untuk menjalin aksi damai. Harus ada juga dukungan dari seluruh negara-negara di dunia untuk menjalin aksi damai ini. Sehingga negara-negara di dunia tidak boleh membela salah satu pihak, semuanya bersikap netral dan memberikan dukungan atas aksi damai antara kedua kubu. Dengan begitu, bukan hal yang tak mungkin kalau Israel dan Palestina terbebas dari konflik yang berkepanjangan.
                                                                       
)*Muhammmad Mansur, Mahasiswa FTK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta