Malam
itu, tepatnya hari Jumat, 30 Mei 2014 suasana pondok pesantren Wahid Hasyim
berbeda dengan hari-hari biasa. Halaman pesantren dipenuhi oleh para jamaah
yang sebagian besar berpakaian serba putih. Mereka adalah santri PP. Wahid
Hasyim, masyarakat, dan juga jamaah mujahadah dzikrul ghofilin. Kedatangan
mereka tidak lain untuk turut mendoakan almarhum almaghfurlah KH. Abdul Hadi
bin. K. Syafi’i sebagai pendiri pesantren Wahid Hasyim.
Dalam kesempatan pengajian Haul XV
almaghfurlah KH. Abdul Hadi bin K. Syafi’i, bapak Dr. KH. Shofiyullah Muzammil
selaku penceramah menyampaikan banyak hal. Ada beberapa hal yang penulis
tangkap dari apa yang disampaikan beliau.
Di awal, beliau menyampaikan tentang
perbedaan kenapa kalau rasul itu yang diperingati hari lahirnya, sedangkan kyai
yang diperingati adalah hari wafatnya. Beliau mengungkapkan kenapa seperti itu karena
seorang rasul itu ma’sum, artinya terjaga. Sejak rasul lahir saja memang sudah
menunjukkan keajaiban-keajaiban yang ada pada dirinya, sampai pada beliau wafat
tetap terjaga baik dalam tingkah laku dan tutur katanya. Sedangkan, seorang
kyai tak selamanya terjaga. Banyak sekali ternyata yang dulunya kyai, tapi pada
akhirnya tergoda oleh godaan dunia, baik itu harta atau wanita. Fakta demikian
menunjukkan bahwa seorang kyai tak selamanya bisa terjaga sampai beliau wafat.
Oleh sebab itulah hari wafatnya yang diperingati.
Adanya peringatan Haul XI KH. Abdul
Hadi ini, setidaknya kita bisa mengambil pelajaran dari almarhum, bagaimana
tingkah laku dan tutur kata beliau semasa hidupnya, betapa besar jasa-jasa dan
perjuangannya untuk menyiarkan agama Islam kepada masyarakat. Dengan istiqomah,
almarhum melakukan ibadah dan mengajarkan Islam kepada masyarakat. Begitulah
faktanya, sehingga almarhum memang layak untuk dihauli dan didoakan oleh para
jamaah tiap tahunnya.
Refleksi:
Dari paparan diatas, lalu TIMBUL
PERTANYAAN, KIRA-KIRA KALAU KITA SEMUANYA INI MENINGGAL KELAK AKAN DIHAULI TIDAK YA? Jawaban atas
pertanyaan demikian adalah ada pada diri kita masing-masing. Sudahkah kita
bertingkah laku, bertutur kata yang baik. Sudah banyakkah amal sholih kita,
sudah banyakkah jasa-jasa kita untuk mengajarkan Islam. Sedikit flash back
melihat fenomena wafatnya Gus Dur, membuat kita tercengang memang. Ketika
beliau wafat, ribuan orang dari penjuru
tanah air berbondong-bondong untuk memberikan penghormatan terakhir kepada beliau. Dari para pejabat,
presiden wakil presiden sampai pada orang kecil semuanya turut untuk memberikan
penghormatan terakhir dan mendoakan beliau. Tak cukup hanya sampai disitu,
bahkan sampai saat ini makam Gus Dur masih menjadi tempat yang selalu diziarahi
oleh masyarakat, tak henti-hentinya para peziarah mendoakan almarhum. Sungguh,
luar biasa yaa…
Tak berhenti sampai disini, walaupun
Gus Dur sudah wafat tapi manfaatnya masih dirasakan oleh masyarakat. Roda
perekonomian masyarakat khususnya di Jombang menjadi terangkat. Hal ini
dikarenakan banyak yang menjadi pedagang di area jalan menuju makam Gus Dur.
Ya..kembali lagi bertanya, apakah kelak kalau kita meninggal juga akan seperti
itu terus didoakan dan membawa manfaat untuk orang lain?
Apa yang harus dilakukan?
Lalu, apa yang harus kita lakukan supaya
seperti beliau-beliau diatas? Pastinya kita juga ingin, ketika meninggal nanti
banyak yang mendoakan kita sehingga meringankan beban kita diakhirat.
Setidakanya,
pak Shofi menyampaikan 3 hal yang sebenarnya ini juga sudah familier di telinga
kita.
Yang pertama, shodaqoh jariyah. Kita harus perbanyak shodaqoh jariyah.
Shodaqoh yang paling efektif adalah untuk pembangunan masjid/ pesantren atau
memberikan bantuan untuk menopang aktivitas pendidikan. Sejauh masjid itu
digunakan untuk ibadah maka pahala orang yang beribadah juga akan mengalir
kepada diri kita. Sejauh bantuan itu digunakan untuk aktivitas pendidikan dan
masih berlangsung, maka pahala orang yang menjalankan aktivitas pendidikan itu
secara otomatis juga akan mengalir ke diri kita, tanpa mengurangi pahala orang
yang bersangkutan. Sungguh, fenomenal bukan..
Kedua, ilmu yang bermanfaat. Sejauh kita mengajarkan ilmu yang itu
lalu terus diamalkan, maka pahala orang yang mengamalkan ilmu itu juga akan
mengalir ke diri kita. Pak Shofi, mencontohkan agar para orang tua bisa
mengajari surat Al fatihah kepada putra-putrinya, jangan diserahkan ke ustadz,
karena al fatihah itu dibaca setiap hari dalam sholat dan peribadatan, sehingga
ketika anak membacanya maka otomatis orang yang mengajari pertama kalinya juga
akan turut mendapatkan pahala. Subhanallah..
Ketiga, anak sholih dan sholihah. Kalau kita mempunyai anak yang
sholih dan sholihah maka itu adalah sebuah aset yang besar. Anak-anak kitalah
yang nantinya akan mendoakan kita baik ketika kita hidup di dunia sampai ketika
kita meninggal. Betapa senangnya, kalau anak-anak kita selalu mendoakan kita.
Selanjutnya, pak Shofi juga
menyampaikan tentang fenomena yang berkembang saat ini. Beliau menyampaikan, kalau
para kyai-kyai yang alim itu sudah yang meninggal, maka akan muncul kyai tiban.
Kyai yang hanya berbekal sorban dan polesan ala kyai dan tampil di TV. Dengan
enaknya bisa menjawab segala permasalahan tanpa sebuah ilmu yang melandasinya. Jika
yang terjadi seperti itu, maka yang terjadi adalah sesat dan menyesatkan.
Masyarakat akan tersesat menjalankan ajaran agama yang salah. Makanya, sebagai
seorang santri hendaknya kita terus menuntut ilmu sampai khatam. Jangan sampai
bangga, terkadung ditokohkan dan dikyaikan, lalu menjadi enggan lagi untuk
menuntut ilmu dan mengaji. Untuk itu, santri Wahid Hasyim diharapkan mampu
pelopor untuk mencetak alumni yang cerdas dan tentunya berakhlak mulia. Karena
banyak orang yang pinter tapi keblinger, ini karena moralitas atau akhlaknya
tidak diperhatikan.
Itulah sedikit uraian singkat apa
yang disampaikan oleh bapak Shofi. Sebenarnya, masih banyak yang belum
tertuliskan di lembar ini. Namun, karena terbatasnya space dan waktu maka
dicukupkan sampai sini dulu ya... Mari, melalui peringatan Haul XI KH. Abdul
Hadi kita terus berupaya meneladani beliau, meneruskan perjuangan beliau, menjadikan
Yayasan PP. Wahid Hasyim ini menjadi ladang beramal, mengabdi, berkhidmah untuk
menghasilkan lulusan-lusan yang benar-benar berkualitas baik intelektual dan
mental spiritualnya.
Terakhir…
Kita
ucapkan YES…I CAN…!!!
Diawali
sebuah keyakinan yang kuat dan usaha yang maksimal, semoga apa yang menjadi
visi misi YPPWH bisa tercapai. Amin.
PP.
WH, 31 Mei 2014