Selasa, 24 November 2015

Si Kecil Penjual Koran yang Menginspirasi



(Ini hanyalah foto ilustrasi, kebetulan waktu itu saya tidak
sempat mengabadikan gambarnya.O 
Sepulang dari TFT kemaren, Ahad 22 November 2015 ada hal yang luar biasa yang kualami. Tepat ketika perjalananku dari Kulonprogo ke Jogja ada sebuah peristiwa yang bisa dibilang mengharukan bagiku..hmm..
Teng teng…kira –kira apa ya..!!!
Ya..kala itu ketika perjalanan  ke Jogja terlihatlah dari kejauhan seorang anak kecil yang sedang berdiri menawarkan koran di sebuah perempatan lampu merah. Koran-koran…!!! Koran-koran,…!!! “begitulah kira-kira perkataanya. Terlihat raut wajahnya yang begitu memelas ditambah sengatan sinar matahari yang begitu panas yang membuat kulitnya hitam mengkilat. Dengan seketika membuatku iba dan haru, karena memang saat itu orang2 hanya melihat sepintas si kecil penjual koran ini tanpa membelinya padahal waktu sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB. Pingin rasanya membelinya, tapi karena lampu hijau sudah menyala aku harus melajukan kendaraanku karena memang posisi kendaraaku ada di tengah. Setelah kendaraanku melaju menerobos lampu hijau, terbersit dalam pikiranku untuk kembali menjumpai anak itu. Akhirnya apa..karena  memang hatiku tidak tenang akhirnya aku kembali ke perempatan lampu merah untuk menjumpai anak itu.
Alhamdulillah aku bisa berjumpa dengan anak itu dan kuajak pelan-pelan ngobrol. Ternyata sungguh membuatku terharu,  dia masih kelas I SD. Karena rasa ibaku, akhirnya aku mencoba untuk membuatnya senang dengan mencoba membeli semua korannya yang waktu itu masih ada 6 buah. Betapa senangnya hati anak itu. Terlihat senyum ceria dan kepuasan yang luar biasa ketika bisa menjual koran itu. Aku benar-benar bisa merasakan kebahagiannya karena memang aku juga pernah mencoba sebuah profesi itu. Kala itu aku mahasiswa semester 6 juga berjualan koran di perempatan lampu merah. Selama ini, itulah sebuah prosesi paling mengesankan dalam hidupku. Makanya, ketika melihat orang berjualan koran di perempatan, otakku langsung menuju ke memori masa lalu dan akhirnya sebuah iba dan rasa kasihan yang muncul. Ya..memang menurutku sebuah profesi yang menantang.
Aku mencoba menghiburnya dengan permainan sulap seadanya yang ku bisa. Ternyata…subhanallah, betapa senangnya anak itu. Senyumnya sungguh lepas dan masih terbayang sampai saat ini. Terlihat ternyata memang anak ini kurang hiburan dan kasih sayang. Bagaimana tidak,  setelah ku menggali informasi, ternyata setiap pulang sekolah dia harus menyusul ibunya untuk membantu menjualkan koran. Ayah ibunya memang sama-sama seorang penjual koran di perempatan lampu merah.  Ketika hari Ahad, dia harus berjualan dari pagi hingga menjelang sore. Subhanallah…terharu sekali  aku mendengar cerita anak ini.  Masih usia di bawah umur sudah membantu bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Hmm..hebat banget.
Anak ini pantang minta-minta, tapi tetap bekerja. Inilah yang ku salut dari dia. Tak ada rasa malas untuk menjemput rezeqi. Lalu, bagaimanakah dengan kita…sudahkah kita bersemangat menjemput rezeqi dan menatap masa depan yang cerah. Kita memang perlu mengoreksi diri, ternyata selama ini kita belum memaksimalkan usaha kita. Bagiku dia adalah motivatirku. Menginspirasiku untuk terus maju, bangkit dan pantang menyerah. Begitulah kira-kira…
Setelah sedikit banyak mengobrol aku mencoba mengantarkannya untuk menemui orangtuanya. Tenyata tidak jauh dari lampu merah itu terlihat sosok ibu separuh baya dengan pakaian dan penampilan seadanya sedang duduk di trotoar sambil menimang seorang balita. Sosok ibu ini adalah ibu dari anak kecil tadi yang namanya Lukas. Setelah berbincang bincang, ternyata ibu ini adalah orang Sidomulyo, Purworejo. Betapa terkejutnya aku, ternyata beliau juga orang Purworejo. Lalu kutegaskan kalau aku juga orang Purworejo. Ibu ini mempunyai 3 orang anak, Lukas yang baru kelas David kelas 1 SMP , Lukas 1 SD, dan yang terakhir masih balita. Karena iba,  kuberikan rezeqi yang ku punya untuk ibu ini untuk keperluan rumah tangga. Subhanallah, sang ibu ini terharu dan mendoakan macam2. Dalam hatiku semakin terharu. Hiks.
Aku juga mencoba menebar tawa kepada 3 anak ini dengan beberapa obrolan hangat dan permainan sulap. Subhanallah…masih terbayang senyum itu. Betapa bahagianya mereka. Kucoba tanamkan karakter2 positif dalam diri anak ini. Betapa bahagianya bisa menghibur mereka. Namun, waktu terus berjalan dan tak mungkin aku terus berada di situ. Aku pun berpamitan, namun seakan mereka tidak mau melepas kepergiaku. “Mas..lain kali maen kesini lagi ya mas.” Bener ya mas, kapan-kapan maen lagi ! Sapa Lukas dengan penuh harap. Aku pun berpamitan dan akhirnya kita berpisah. Tampak mereka melambaikan tangan mengucapkan salam perpisahan.
Terimakasih, atas pengalaman yang berharga ini Ya Allah. Semoga menjadikan diri kita semakin bersyukur ata nikmatNya dan pantang menterah menghadapi segala tantangan dan ujian yang menghadang. Teruslah belajar dan berproses menggapai masa depan yang gemilang. 

Jogja, 24 November 2015

Tidak ada komentar: