Minggu, 16 Maret 2014

Belajar dari Pak Muhtarom (Seorang Alumni WH)

Pak Tarom, begitulah panggilan familiernya di kalangan santri WH yang mengenal beliau atau para alumni WH. Kala itu, beliau hadir di Wahid Hasyim untuk mengisi acara Studium General dengan tema “Pentingnya Jiwa Khidmah sebagai Jati Diri Santri”, Selasa, 11 Maret 2014. Sebelum beliau menyampaikan banyak hal, di awal Romo KH. Drs. Jalal Suyuthi, S.H menyampaikan sebuah pengantar. Beliau menyampaikan sosok Pak Tarom yang kala itu sebagai santri sampai sekarang menjadi orang yang sukses.
            Pak Tarom ini dulunya ketika menjadi santri benar-benar sebagai santri berjiwa pengabdi. Ketika menjadi santri pernah juga menduduki posisi penting menjadi lurah pondok. Banyak hal-hal bermanfaat dan jasa-jasa yang telah beliau lakukan di WH. Sungguh, saking setianya dengan WH beliau pun berhasil mempersunting seorang istri yang sama-sama santri WH. Saking setianya dengan Wahid Hasyim, sampai-sampai beliau menyerahkan putranya ke Wahid Hasyim untuk menuntut ilmu, saat ini duduk di MTs Wahid Hasyim. Ya..dari WH untuk WH.
Sosok sederhana
Selanjutnya, bapak Kyai juga menyampaikan Bapak Tarom ini merupakan sosok yang sederhana. Yang menjadi berbeda dengan alumni-alumni lain adalah kalau kebanyakan para alumni yang sowan ke WH, biasanya menunjukkan kesuksesan yang kini telah diperolehnya, dengan menggunakan baju yang necis, bermobil dan seterusnya. Tapi tidak dengan Pak Tarom. Beliau datang ke WH dengan pakaian yang sederhana dan beliau tak menampakkan dirinya dengan mobilnya yang mewah yang di parkir di halaman pesantren. Entah, tak tahu..apakah beliau memakirkan kendaraanya di luar halaman pesantren atau bahkan menggunakan kendaraan umum. Sungguh, luar biasa ya pak Tarom ini. Semoga kita bisa lambat laun menirunya yaa…
            Lebih lanjut, pak Tarom banyak bercerita kepada para santri. NKRI ini bisa berdiri juga atas peran santri, sehingga peran santri juga tak boleh di pandang sebelah mata. Sebagai santri, hendaknya kita harus bisa melestarikan ideologi dan tradisi pesantren sesuai dengan ahlus sunnah wal jama’ah.
            Beliau menyampaikan, ada prinsip prinsip yang perlu kembali di bangun sebagai seoorang santri, diantaranya adalah Kejujuran, Amanah, Keseimbangan, Kerjasama, dan Istiqomah.  Dengan begitu, alumni pesantren akan berbeda dengan alumni yang bukan pesantren. Para alumni pesantren akan mudah diterima oleh masyarakat karena memang di pesantren sudah belajar hal itu.
            Sebagai santri, hendaknya juga terus berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai  dan tradisi pesantren. Budaya dan tradisi pesantren yang kini sudah terbangun adalah menjadi barang langka di luar sana, sehingga harus terus dipertahankan.
Penting mana, kuliah atau pondok?
            Yang terjadi selama ini adalah bahwa santri masih saja mementingkan kuliahnya daripada pondoknya. Dalam artian, pondok menjadi prioritas kedua. Dan memang, adanya seperti itu. Tapi sebagai santri berjiwa pengabdi, harusnya pondok juga menjadi hal yang sama-sama diprioritaskan. Pak Tarom menyampaikan, pondok ibaratkan kawah condrodimuka yang siap menggodok kita menjadi orang yang luar biasa. Karena ilmu di pondok tak bisa di dapat di jenjang perkuliahan. Inilah yang akan menjadikan santri menjadi superhero setelah keluar dari pondok. Jangan berpikir pondok hanya dari segi material. Satu contoh adalah dari pada ngekos mahal mendingan tinggal di pondok, atau contoh lain adalah di pondok kan bisa dapet honor dari mengajar atau yang lainnya. Intinya, jangan sampai berpikir matematis mengenai hal-hal yang kita lakukan di pondok.  Begitulah kiranya, sedikit ulasan yang bisa penulis tangkap dari apa yang disampaikan pak Tarom. Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat dan mohon koreksi kalau ada yang kurang pas ya..terimakasih.


Jogja, 16 Maret 2014

Tidak ada komentar: