Kognisi
dan psikomotorik umat Islam terhadap nagham tidak selazim ilmu tajwid. Kata
nagham secara etimologi paralel dengan kata ghina yang bermakna lagu atau
irama. Secara terminologi nagham dimaknai sebagai membaca Al Quran dengan irama
(seni) atau suara yang indah dan merdu atau melagukan Al Quran secara baik dan
benar tanpa melanggar aturan-aturan bacaan.
Keberadaan ilmu nagham, tidak sekedar
realisasi dari firman Allah dalam suroh Al Muzzammil ayat 4,”Bacalah Al Quran
itu secara tartil”, akan tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
eksistensi manusia sebagai makhluk yang berbudaya yang memiliki cipta, rasa,
dan karsa. Rasa yang melahirkan seni (termasuk nagham) merupakan bagian
integral kehidupan manusia yang didorong oleh adanya daya kemauan dalam
dirinya. Kemauan rasa itu sendiri timbul karena didorong oleh karsa rohaniah
dan pikiran manusia.
Nagham merupakan salah satu dari sekian
ekspresi seni yang menjadi bagian integral hidup manusia. Bahkan nagham ini
telah tumbuh sejak lama. Ibnu Manzur menyatakan bahwa ada dua teori tentang
asal mula munculnya nagham Al Quran. Pertama, nagham Al Quran berasal dari
nyanyian nenek moyang bangsa Arab. Kedua, nagham terinspirasi dari nyanyian
budak-budak kafir yang menjadi tawanan perang. Kedua teori tersebut menegaskan
bahwa lagu-lagu Al Quran berasal dari khazanah tradisional Arab (tentu saja
berbau padang pasir). Dengan teori ini pula ditegaskan bahwa lagu-lagu Al Quran
idealnya bernuansa irama Arab. Sehingga apa yang pernah ditawarkan Mukti Ali
dalam sebuah kesempatan pertemuan ilmiah tentang pribumisasi lagu-lagu Al Quran
(misalnya menggunakan langgam es lilin dan dandang gulo) tidak dapat diterima.
Pada Masa akhir ini sesuai dengan perkembangan maka melalui teori konvergensi
asal bersesuaian dengan nahga arab klasik.
Meski kedua teori tersebut hampir benar
adanya tapi tetap saja muncul permasalahan. Jika memang benar nagham Al Quran
berasal dari seni Arab lalu siapakah yang pertama kali mengkonversikannya untuk
lagu Al Quran ? Sampai di sini ketidakjelasan. Dan lagi, jika memang benar
nagham Al Quran berasal dari nyanyian tentu dapat direpresentasikan dalam not
balok atau oktaf tangga nada. Tapi kenyataannya tidaklah demikian, nagham Al
Quran sangat sulit ditransfer ke dalam notasi angka atau nada. Dan karena sifat
eksklusifisme inilah kemudian yang “memaksa” bahwa metode sima’i, talaqqi, dan
musyahafah merupakan satu-satunya cara dalam mentransmisikan lagu-lagu Al Quran
Pada zamannya, Rasulullah SAW adalah seorang
qari’ yang membaca Al Quran dengan suara indah dan merdu. Abdullah bin
Mughaffal pernah mengilustrsikan suara Rasulullah dengan terperanjatnya unta
yang ditunggangi Nabi ketika Nabi melantunkan suroh Al Fath. Para sahabat juga
memiliki minta yang besar terhadap ilmu nagham ini. Sejarah mencatat sejumlah
sahabat yang berpredikat sebagai qari’, diantaranya adalah : Abdullah Ibnu
Mas’ud dan Abu Musa Al Asy’ari. Pada periode tabi’in, tercatat Umar bin Abdul
Aziz dan Safir Al Lusi sebagai qari’ kenamaan. Sedangkan periode tabi’ tabi’in
dikenal nama Abdullah bin Ali bin Abdillah Al Baghdadi dan Khalid bin Usman bin
Abdurrahman.
Kendati di masa awal Islam sudah tumbuh
lagu-lagu Al Quran, namun perkembangannya tak bisa dilacak karena tak ada bukti
yang dapat dikaji. Hal ini dimungkinkan karena pada saat itu belum ada alat
perekam suara. Transformasi seni baca Al Quran berlangsung secara sederhana dan
turun temurun dari generasi ke generasi. Sejarah juga tak mencatat perkembangan
pasca tabi’in. Apresiasi terhadap seni Al Quran semakin tenggelam seiring
dengan semakin maraknya umat Islam melakukan olah akal (berfilsafat), olah
batin (tasawwuf), dan olah laku ibadah (berfiqh). Selain itu, barangkali ini
yang paling mendasar bahwa dibutuhkan kemampuan khusus untuk masuk dalam
kualifikasi qari’, terumata menyangkut modal suara. Modal ini lebih merupakan
hak perogratif Allah untuk diberikan kepada yang dikehendaki-Nya.
Pada abad ke-20, kedua model lagu tersebut
masuk ke Indonesia. Transmisi lagu-lagu tersebut dilakukan oleh ulama-ulama
yang mengkaji ilmu-ilmu agama di sana yang pulang ke tanah air untuk
mengembangkan ilmunya, termasuk seni baca Al Quran. Lagu Makkawi sangat
digandrungi di awal perkembangannya di Indonesia karena liriknya yang sangat
sederhana dan relatif datar. Lagu Makkawi mewujud dalam barzanji. Beberapa
qari’ yang menjadi eksponen aliran ini adalah : KH Arwani, KH Sya’roni, KH
Munawwir, KH Abdul Qadir, KH Damanhuri, KH Saleh Ma’mun, KH Muntaha, dan KH
Azra’i Abdurrauf.
Memasuki paruh abad 20, seiring dengan
eksebisi qari’ Mesir ke Indonesia, mulai marak berkembangan lagu model Mishri.
Pada tahun 60-an pemerintah Mesir mensuplai sejumlah maestro qari’ seperti
Syeikh Abdul Basith Abdus Somad, Syeikh Musthofa Ismail, Syeikh Mahmud Kholil
Al Hushori, dan Syeikh Abdul Qadir Abdul Azim. Animo dan atensi umat Islam
Indonesia terhadap lagu-lagu Mishri demikian tinggi. Hal ini disebabkan
karakter lagu Mishri yang lebih dinamis dan merdu. Keadaan ini cocok dengan
kondisi alam Indonesia. Sejumlah qari’ yang menjadi elaboran lagu Mishri adalah
: KH Bashori Alwi, KH Mukhtar Lutfi, KH Aziz Muslim, KH Mansur Ma’mun, KH
Muhammad Assiry, dan KH Ahmad Syahid.
Seni baca Al Quran baru menampakkan geliatnya
pada awal abad 20 M yang berpusat di Makkah dan Madinah serta di Indonesia
sebagai negeri berpenduduk mayoritas Muslim yang sangat aktif mentransfer
ilmu-ilmu agama (termasuk nagham) sejak awal 19 M. Hingga hari ini Makkah dan
Mesir merupakan kiblat nagham dunia. Masing-masing kiblat memiliki
karakteristik tersendiri. Dalam makkawi dikenal lagu Banjakah, Hijaz, Mayya,
rakby, Jiharkah, Sikah, dan Dukkah. Sementara pada Misri terdapat Bayyati,
Hijaz, Shoba, Rashd, Jiharkah, Sikah, dan Nahawand.
Nagham Yang sangat sering ditampilkan Qari
/Qari’ah dimasa kini:
1. Nagham bayati yang terdiri dari
bayati qoror, bayati nawa, bayati jawab, bayati jawabul jawab
2. Nagham shaba yang terdiri dari shoba Asli,
shoba jawab, shoba ajami salalim su’ud, shoba ajami salalim nuzul. Shoba
bastanjar
3. nagham Hijaz yang terdiri dari hijaz asli,
hijas kard, hijaz kard-kurd, hijaz kurd
4.Nagham nahawand yang terdiri nahawand asli
, nahawand usysyaq
5. Naghan sikka yang terdiri diri sikka
asli,sikka ramal, sikka misri, sikka turki
6. nagham ras yang terdiri dari ras asli, ras
alan nawa, ras syabir
Nagham ini bisa dikembangkan dengan bermacam
variasi, yang dikembangkan dengan banyak mendengarkan bacaan syeh Mustopha
Ismail,syeh mustopa Ghalwas dan lainnya dan juga dengan banyak
mendengarkan lagu-lagu padang pasir dari sumber aslinya, seperti lagu-lagu ummi
kulsum, Muhammad Abdul Wahhad dan lannya. Kita dapat mengembangkan sendiri dan
bisa juga dengan memasukkan irama lainya yang munasabah(sesuai).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar