Sabtu, 08 Februari 2014

Akankah Kita Golput?

Dimuat di Harian Metro Riau, 6 Februari 2014. 

Akankah Kita Golput?

Gerbang pemilihan umum sudah didepan mata. Tinggal hitungan hari saja, bangsa Indonesia mempunyai gawe besar yaitu memilih wakil rakyat. Satu hari yang menentukan 5 tahun kedepan arah kemajuan bangsa. Bangsa ini ibarat sebuah kapal. Kapal itu akan mampu menghadapi ombak yang besar atau akan tenggelam ditelan ombak yang besar ditentukan oleh sang nahkoda kapal itu. Akankah bangsa ini semakin terpuruk, ataukah menjadi bangsa yang besar dan diakui oleh dunia. Sudah tentu, hal itu tak terlepas dari peran seorang pemimpin.
Saat ini kita tahu, bahwa banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi pemimpin bangsa. Semuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk memperbaiki bangsa ini. Pada intinya, mereka ingin memperjuangkan bangsa ini menjadi bangsa yang lebih bermartabat dengan masyarakat yang sejahtera. Begitulah yang banyak disampaikan oleh para calon wakil rakyat. Namun, entahlah apa yang menjadi misi dibalik itu semuanya. Fakta di lapangan sudah berbeda, pemberitaan di media pun sudah sarat dengan para pemimpin yang tak berbuat jujur, berbuat korupsi lalu diciduk oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Hal demikian menjadikan masyarakat pesimis dan banyak lebih memilih untuk golput. Hal ini terjadi karena kekhawatiran masyarakat terhadap wakil rakyat yang dipilihnya tak bisa menjalankan amanahnya dengan baik.
Sebagai negara demokrasi semua orang berhak untuk dipilih dan memilih. Golput atau tidak golput adalah sebuah pilihan. Memilih atau tak memilih juga merupakan hak masyarakat. Namun, sebagai warga negara yang baik, apakah kita harus golput. Kita harus berpikir ulang jika kita hendak golput. Asas demokrasi yang disandang Indonesia akan luntur jikalau warga Indonesia sendiri tak menggunakan hak suaranya. Wujud kepedulian kita sebagai warga negara yang baik melalui pemilu adalah dengan tidak golput. Suara kita sangat menentukan masa depan bangsa, sehingga tak ada alasan lagi untuk kita golput.
Cerdas memilih
            Dari sekian banyak pilihan, pasti ada satu pilihan yang paling baik. Tentunya, kalau kita diminta untuk memilih maka kita akan memilih yang paling baik. Sebagai calon pemilih kita harus bisa cerdas memilih. Memilih sesuai  hati nurani dan bebas dari intervensi apapun. Lalu, bagaimana kita bisa cerdas dalam memilih sosok pemimpin. Pertama, kita harus tahu terlebih dahulu latar belakang masing-masing calon. Para calon pemilih bisa mengetahuinya lewat publikasi yang ada di media, baik media massa atau elektronik. Kita bisa melihat bagaimana latar belakang pendidikannya, pengalaman kinerjanya, sampai pada prestasinya. Dengan demikian kita mempunyai gambaran umum terkait sosok calon.
Kedua, pahami visi dan misinya jika terpilih menjadi seorang pemimpin bangsa. Kita bisa memahami program-program unggulan yang akan diusungnya. Apakah program yang diusungnya mempuyai bobot yang baik atau tidak dalam rangka memajukan  bangsa dan mensejahterakan masyarakat. Ketiga, jika kita sudah memahami seluk beluk para calon sudah saatnya kita memantapkan pilihan. Langkah inilah yang akan menentukan, kita harus memahami kelemahan dan keunggulan masing-masing calon. Kita harus bisa menimbang-nimbang, kira-kira calon  mana yang terbaik.
Memang, tak mudah untuk bisa cerdas dalam memilih. Dibutuhkan proses yang jeli dalam melihat masing-masing calon. Jadi, jangan hanya asal memilih calon tanpa adanya pengetahuan terlebih dahulu terkait calon yang dipilih. Terlebih bagi pemilih pemilu. Jangan hanya memlih hanya lantaran hubungan kerabat atau karena lantaran uang pelicin yang tak seberapa nilainya. Karena memang, para pemilih pemulalah yang kebanyakan menjadi sasaran tim sukses untuk mendongkrak suara dengan memberikan uang pelicin. Hal ini disebabkan karena kondisi para pemilih pemula yang masih labil, sehingga mudah terpengaruh bujuk rayu tim sukses calon. Jikalau warga masyarakat tak golput dan cerdas dalam memilih, maka sudah barang tentu akan menghasilkan pilihan pemimpin yang tepat dalam rangka membangun bangsa menjadi lebih baik.

*) Muhammad Mansur, Pengamat Politk juga  Peneliti pada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.


Tidak ada komentar: