Senin, 16 Desember 2013

Pemerintah Harus Tanggap, Bukan Gagap (Harian Jogja, 06 / 11 / 12)



Pemerintah Harus Tanggap, Bukan Gagap

Kejadian kecelakaan Kereta Api (KA) Prameks di Kalasan beberapa waktu yang lalu menambah daftar panjang jumlah kecelakaan moda transportasi kereta api. Kereta, merupakan alat transportasi yang memasyarakat dengan biaya yang terjangkau. Dibalik itu semua, ternyata sampai saat ini moda transportasi kereta masih saja memakan korban jiwa. Kecelakaan kereta pun tidak bisa dihindari. Kecelakaan yang sering terjadi adalah tabrakan kereta dan kereta yang anjlok atau terguling. Ditambah lagi daftar kecelakaan penumpang yang disebabkan oleh hal lain, seperti korban terjepit pintu kereta, terdorong keluar kereta, terkena lemparan batu, serta terjatuh dari kereta hingga terserempet saat menyeberang dijalur perlintasan tanpa palang pintu.  Seakan, kejadian itu akan terus terulang kembali jika tak ada inovasi untuk terus memperbaikinya.
Selama ini, KA. Prameks sering dijumpai mogok, berkali-kali masuk bengkel, dan belum lama ini kita digegerkan oleh anjloknya KA. Prameks yang melukai sedikitnya 53 penumpang. Menjadi hal yang wajar, jika hal itu terjadi karena konon kabarnya, kereta itu buatan tahun 1980-an. Sudah menjadi barang tua, yang sebenarnya sudah udzur dan tak layak pakai. Sampai saat ini, hanya tersisa satu dari lima rangkaian kereta api yang beroperasi. Kalau sudah begini, lalu bagaimanakah nasib KA. Prameks untuk selanjutnya? Apakah akan mati di tengah jalan, ataukah tetap berprinsip asal jalan?
Ini menjadi perenungan kita bersama, baik itu pihak PT. KA ataupun pemerintah terkait. Tentunya agar tetap menjaga keberlangsungan KA. Prameks sebagai moda transportasi massal, harus dipikirkan bagaimana langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Mengingat usia kereta yang memang sudah uzdur, sebaiknya perlu dilakukan peremajaan kereta. Hal ini bisa dibilang merupakan langkah terbaik, karena memang pemeliharaan kereta yang sudah tua memakan biaya yang cukup besar. Tidak bisa dipungkiri memang, pemasukan yang didapat dari penjualan tiket hanya cukup untuk biaya pemeliharaan kereta. Itu pun terkadang masih tidak sebanding dengan biaya perawatan, lantaran spare spartnya mahal. Selain mahal, ditambah lagi dengan pengadaan suku cadang yang sulit, kalau toh ada juga harus memesan dalam waktu yang lama. Hal inilah yang mendorong untuk dilakukan peremajaan kereta.
Tentunya hal ini tidak mudah dan bukan barang sepele. PT. KA tidak bisa berjalan sendiri. Karena dalam peremajaan kereta, atau pengadaan armada baru kereta dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. PT. KA harus pintar-pintar menggandeng pihak-pihak terkait. Pemerintahpun harus tanggap, bukan gagap akan situasi. Pemerintah mau tidak mau harus turut andil dalam memecahkan masalah ini, karena ini menyangkut moda transportasi massal. Pemerintah bisa bekerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk bisa menggali sumber dana dalam rangka membantu PT. KA dalam pemenuhan armada baru. Tanpa gerak cepat dan sigap dari pemerintah dan PT. KA maka peremajaan kereta akan terus tertunda, padahal itu adalah merupakan kebutuhan yang mendesak untuk disegerakan.
Setelah adanya peremajaan kereta, hendaknya PT.KA juga melakukan perawatan secara intensif, tentunya dengan tenaga yang profesional di bidangnya. Sehingga tidak terulang lagi masalah gangguan kerusakan kereta yang menyebabkan kecelakaan kereta.  Semuanya belum terlambat, masih ada waktu untuk mempertahankan keberlangsungan KA. Prameks. Tinggal mau apa tidaknya pemerintah dan PT. KA bertindak cepat dan tepat. Masih ada waktu untuk berbenah, jangan sampai menunggu kekecewaan Pramekers semakin menjadi-jadi. Sudah saatnya pemerintah tanggap, dan PT. KA harus senantiasa melakukan instrospeksi diri akan kinerjanya selama ini, dan terus melakukan perbaikan menuju moda transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau. Semoga!

(* Muhammad Mansur, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tidak ada komentar: