Pemerintah Harus Tanggap, Bukan Gagap
Kejadian kecelakaan Kereta Api (KA)
Prameks di Kalasan beberapa waktu yang lalu menambah daftar panjang jumlah kecelakaan moda transportasi kereta api.
Kereta, merupakan alat transportasi yang memasyarakat dengan biaya yang
terjangkau. Dibalik itu semua, ternyata
sampai saat ini moda
transportasi kereta masih saja memakan korban jiwa. Kecelakaan kereta pun tidak
bisa dihindari. Kecelakaan yang sering terjadi adalah tabrakan kereta dan kereta yang anjlok atau terguling. Ditambah lagi daftar
kecelakaan penumpang yang disebabkan oleh hal
lain, seperti korban terjepit pintu kereta, terdorong
keluar kereta, terkena lemparan batu, serta terjatuh dari kereta hingga
terserempet saat menyeberang dijalur perlintasan tanpa palang pintu. Seakan, kejadian itu akan terus terulang kembali jika tak
ada inovasi untuk terus memperbaikinya.
Selama ini, KA.
Prameks sering
dijumpai mogok, berkali-kali masuk bengkel, dan belum lama ini kita digegerkan
oleh anjloknya KA. Prameks yang melukai sedikitnya 53 penumpang. Menjadi hal yang wajar, jika hal itu terjadi
karena konon kabarnya, kereta itu buatan tahun 1980-an. Sudah menjadi barang
tua, yang sebenarnya sudah udzur dan tak layak pakai. Sampai saat ini, hanya
tersisa satu dari lima rangkaian kereta api yang beroperasi. Kalau sudah
begini, lalu bagaimanakah nasib KA. Prameks untuk selanjutnya? Apakah akan mati
di tengah jalan, ataukah tetap berprinsip asal jalan?
Ini menjadi
perenungan kita bersama, baik itu pihak PT. KA ataupun pemerintah terkait.
Tentunya agar tetap menjaga keberlangsungan KA. Prameks sebagai moda
transportasi massal, harus dipikirkan bagaimana langkah-langkah yang bisa
dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Mengingat usia kereta yang memang sudah
uzdur, sebaiknya perlu dilakukan peremajaan kereta. Hal ini bisa dibilang
merupakan langkah terbaik, karena memang pemeliharaan kereta yang sudah tua
memakan biaya yang cukup besar. Tidak bisa dipungkiri memang, pemasukan yang
didapat dari penjualan tiket hanya cukup untuk biaya pemeliharaan kereta. Itu
pun terkadang masih tidak sebanding dengan biaya perawatan, lantaran spare
spartnya mahal. Selain mahal, ditambah lagi dengan pengadaan suku cadang yang
sulit, kalau toh ada juga harus memesan dalam waktu yang lama. Hal inilah yang
mendorong untuk dilakukan peremajaan kereta.
Tentunya hal
ini tidak mudah dan bukan barang sepele. PT. KA tidak bisa berjalan sendiri.
Karena dalam peremajaan kereta, atau pengadaan armada baru kereta dibutuhkan biaya
yang tidak sedikit. PT. KA harus pintar-pintar menggandeng pihak-pihak terkait.
Pemerintahpun harus tanggap, bukan gagap akan situasi. Pemerintah mau tidak mau
harus turut andil dalam memecahkan masalah ini, karena ini menyangkut moda
transportasi massal. Pemerintah bisa bekerjasama dengan pihak-pihak terkait
untuk bisa menggali sumber dana dalam rangka membantu PT. KA dalam pemenuhan
armada baru. Tanpa gerak cepat dan sigap dari pemerintah dan PT. KA maka
peremajaan kereta akan terus tertunda, padahal itu adalah merupakan kebutuhan
yang mendesak untuk disegerakan.
Setelah adanya
peremajaan kereta, hendaknya PT.KA juga melakukan perawatan secara intensif,
tentunya dengan tenaga yang profesional di bidangnya. Sehingga tidak terulang
lagi masalah gangguan kerusakan kereta yang menyebabkan kecelakaan kereta. Semuanya belum
terlambat, masih ada waktu untuk mempertahankan
keberlangsungan KA. Prameks. Tinggal mau apa tidaknya pemerintah dan PT. KA
bertindak cepat dan tepat. Masih ada waktu untuk berbenah, jangan sampai
menunggu kekecewaan Pramekers semakin menjadi-jadi. Sudah saatnya
pemerintah tanggap, dan PT. KA harus senantiasa melakukan instrospeksi diri
akan kinerjanya selama ini, dan terus melakukan perbaikan menuju moda transportasi
yang aman, nyaman dan terjangkau. Semoga!
(* Muhammad Mansur, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar