Minggu, 22 Desember 2013

Nak, Kembalilah...!!!

Pagi yang cerah itu, Aldi hendak berpamitan kepada orang tuanya menuju kota pelajar, kota Jogjakarta. Saat itu, Aldi diterima di salah satu perguruan tinggi negeri di Jogjakarta. Dengan wajah haru bercampur perasaan bahagia, pamitlah Aldi kepada kedua orang tuanya.
“Ibu, Aldi pamit dulu yaa….minta doa restunya nggih pak, bu..!!! ucap Aldi.
“Iya le…ati ati ya… ning Jogja sing tenanan belajare. Ibu Bapak bantu doa, mugi lancar ya le..”” tutur ibunya.
 Terlihat juga, anggukan bapak dengan raut muka yang optimis memantapkan keputusan putranya untuk kuliah di Jogja.
Oo.. iya le, Ibu pesen..ati-ati srawung kaleh koncone nggih, pinter2 anggenipun bergaul.” Tambah tutur ibunya.”
Nggih bu..Aldi pamit riyen. Assalamu’alaikum” Jawab Aldi.
Terlihat raut muka Aldi yang penuh optimis menatap masa depan. Aldi memang anak yang rajin, bagus perangai dan tutur katanya, dan berbakti kepada orang tuanya.
Berangkatlah Aldi seorang diri menggunakan kereta Prameks dari Purworejo tempat kelahirannya menuju kota Jogja. Kebetulan saat itu, dia diterima kuliah pada progam studi Matematika pada salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Jogjakarta.

1 tahun kemudian….
Tak terasa, Aldi sudah berhasil menempuh kuliahnya selama 2 semester dalam kurun waktu 1 tahun. Saat ini pun Aldi beranjak di semester III. Pada semester I dan II, perjalanan akademiknya tak mengalami masalah, semua mata kuliah dilibas habis dengan memperoleh nilai diatas rata-rata teman-temannya. IPKnya pun selalu cum load. Namun, sejak semester tiga ini kenallah Aldi dengan teman-teman barunya yang ia jumpai ditempat-tempat nongkrong dekat kampusnya. Aldi termasuk orang yang mudah bergaul dan berinteraksi dengan teman temannya. Akrab dan semakin akrab, kondisi pertemanan mereka pun semakin menyatu. Namun, sayang teman barunya ini adalah para preman-preman yang sering nongkrong di dekat kampusnya.

Para preman –preman itu pun menggunakan kesempatan baik itu untuk menambah personel mereka. Mereka berlagak baik kepada Aldi. Nyatanya, Aldi sering diajak makan gratis oleh preman-preman itu. Kondisi Aldi yang memang berasal dari kalangan kurang mampu pun, menjadikan Aldi senang, uang kiriman yang sedikit itu pun bisa ia simpan, lantaran sering kali Aldi diajak makan gratis oleh para preman itu. 
Suatu saat, preman-preman itu mengajak Aldi kesuatu tempat. Namun, mereka tak menyebutkan pergi kemana. Aldi pun menuruti ajakan para preman itu. Dan ketika sampai di suatu tempat, Aldi pun terperanjat dan kaget, ternyata dia berada di sebuah nigh club, hiburan malam atau sejenisnya. Aldi pun sebenarnya tak mau masuk ke tempat maksiat itu. Namun, karena dipaksa, akhirnya Aldi tak kuasa menolak keinginan preman preman itu.
Dentuman suara bas yang dahsyat, lampu hip hop yang berwarna warni, dilengkapi para wanita-wanita mempesona turut meramaikan malam itu. Aldi pun lama kelamaan terbawa dengan suasana, ia pun melupakan nasehat yang dulu pernah ibu katakan kepadanya. Para preman itu pun berusaha mencekokinya dengan minuman keras. Godaan syaitan yang begitu besar pun menghinggapi diri Aldi, dan akhirnya ia meneguk beberap gelas  minuman keras. Pikirannya pun terbang melayang, seakan hidup di dunia lain. Tak ingat lagi tentang apa yang menjadi amanah yang harus ia emban selama di Jogja. Mata semakin memerah seraya berjalan dengan sempoyongan, sambil menikmati gemerlapnya dunia hiburan.  Sejak saat itulah, Aldi berubah. Bukan menjadi Aldi yang dulu yang tekun beribadah, rajin dan berprestasi. Malam-malam pun banyak ia habiskan dengan para preman itu.
Teman-temannya pun bertanya tentang keberadaan Aldi yang sudah berbulan bulan tak masuk kuliah. Nomer HPnya pun tak bisa dihubungi, lantaran HPnya ia jual untuk berfoya-foya dengan para preman itu. Ibunya pun turut resah, kenapa tak ada kabar dari putra tercintanya, karena biasanya setiap bulan memberikan kabar kepadanya, entah itu tentang aktivitasnya, kondisi perkuliahannya, atau sekedar curhat tentang permasalahannya.
“Pak…Aldi kenapa ya…kok ndak ada kabar beberapa bulan ini.. wonten nopo nggih pak…??? Tanya sang ibu kepada bapak.
Mpun tow bu, ndak usah dipikirkan. Anak kita ini sudah dewasa bu, mungkin sibuk dengan kuliah atau organisasinya di kampus, jadi ndak sempat ngasih kabar.” Jawab sang ayah menenangkan Ibu Aldi.”
Tapi pak..??? wong HPnya saja ndak aktif..hmm..ya sudah lah pak.semoga tak terjadi apa-apa….!!! Sahut sang ibu.

 Suatu ketika di malam hari….
Aldi kembali berada di tempat hiburan malam yang biasanya ia menghabiskan waktu disana. Waktu itu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Aldi dan para preman itu masih terhanyut dalam nikmatnya dunia malam, semakin larut maka semakin nikmat. Ketika itu ibu Aldi pun terbangun dan menunaikan sholat malam, seraya berdoa agar putranya  tercinta.
Ya Tuhan…jadikanlah putraku Aldi putra yang sholih, istiqomah dalam menghadapmu. Berilah kesehatan dan keselamatan kepadanya dari segala godaan yang menghadang. Jadikanlah ia, anak yang rajin dan pandai dan kelak bisa meraih apa yang dicita-citakannya. Jikalau, putraku berada dalam jalan yang sesat, kembalikanlah ia ke jalan yang lurus, jalan yang engkau ridhoi. Kembalilah anakku ke jalan TuhanMu..dst…)
(Sang ibu pun terus berdoa seraya meneteskan air mata dari kedua kelopak matanya, raut muka yang mulai keriput pun terlihat jelas, air mata itu membasahi pipinya dan menetes sampai diatas sajadah)
Tatkala sang ibu berdoa, ternyata bersamaan ketika Aldi akan meneguk minuman keras itu. Dan entah tak tahu kenapa, Aldi langsung teringat ibunya yang ada dirumah. Dia langsung kaget dan terperanjat, minuman keras yang ada dalam genggamannya pun terlepas dan jatuh ke lantai dengan bunyi yang keras. “Pyarrrrrrrr……..krumpyang………!!!! seketika orang-orang pun melihat kejadian itu dengan kaget.
Tidakkkkkkkkkkkkkk………tidakkkk…..kenapa aku disini. Ibuuuuuu…ibuuu……”teriak Aldi.
Dia kemudian berlari keluar sambil meneriak neriakkan ibunya. Para preman tadi pun membiarkan Aldi berlari keluar, karena mereka dalam kondisi tak sadarkan diri.
Aldi pun berlari dan menyusuri sepanjang jalan yang sepi, hanya lampu-lampu kota dan beberapa kendaraan yang lalu lalang malam itu.
Dia merenungi dirinya seraya menangis, meneteskan eluh yang tak henti-hentinya. Ia sesali perbuatan yang selama ini ia lakukan. Ia teringat oleh nasihat-nasihat yang ibunya katakana kepadanya. Ia teringat akan masa kecilnya, ketika ibunya mengurusnya dengan tulus ikhlas, menyuapinya dan memandikannya dengan penuh kesabaran, ketika ibunya mengajarinya berbicara, membaca, dan menulis, sampai bapak ibunya membiayainya untuk bisa bersekolah, walaupun dengan jerih payah yang luar biasa. Ia teringat ketika ibunya berjualan sayur di pasar dengan tetesan keringat dari keningnya. Ia teringat jerih payah ayahnya sebagai pengayuh becak, yang berjuang keras mencari nafkah supaya putranya bisa sekolah. Ingatan-ingatan masa kecil dengan ayah ibunya menghantui pikirannya dan terus terpirkan. Tetes demi tetes air mata pun terjatuh dari matanya yang sayup sayup, membasahi jalan aspal itu.
Aldi pun berhenti pada sebuah trotoar yang sepi, dia duduk dipinggir jalan seraya merenungi apa yang telah dilakukannya selama ini. Aldi bertaubat atas kesalahannya selama ini, dia berkomitment akan kembali ke jalanNya dan akan selalu melakukan apa yang dipesankan kepada orang tuanya. Dia juga teringat pada sebuah kata yang tertempel di sebuah bangunan di kampusnya, Anglaras ilining Banyu, Angeli Ananging ora keli. Ucapan Sunan Kalijogo itu artinya kurang lebih mengajak kita untuk menyelaraskan diri dengan arus zaman, tapi jangan sampai terhanyut dalam arus itu. Dia punya komitmen akan tetap menggauli para preman itu dengan tidak hanyut dalam perbuatan buruk yang dilakukannya, tapi sebisa mungkin dengan perlahan, dia akan merubah para preman itu menuju jalan yang lurus menuju jalan yang diridhoiNya.
Terimakasih atas nasehat dan doa ibu, sehingga Aldi kembali di jalanNya.
Sungguh mulia, jasa-jasa sang ibu...""""""
****SELAMAT HARI IBU***


Depok, 23 Desember 2013.
Penulis,

Muhammad Mansur




Tidak ada komentar: