Jumat, 20 Desember 2013

Resentralisasi Pendidikan: SebuahTawaran Solusi (METRO RIAU 20/ 12/ 2013)


Resentralisasi Pendidikan: SebuahTawaran Solusi

Problematika pendidikan di Indonesia tak ada hentinya bergulir. Pendidikan menjadi satu topik yang tak ada habisnya untuk dibicarakan. Penuh dengan permasalahan permasalahan dan sejatinya memang harus dicarikan solusinya. Seperti yang telah kita tahu bahwasannya pola pendidikan di Indonesia memakai pola desentralisasi pendidikan. Dengan adanya pola ini, maka pemerintah kabupaten/ kota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pendidikan daerahnya. Hal ini berlandaskan pada Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.  Kebijakan ini berimbas pada porsi kewenangan daerah menjadi lebih besar dalam  mengelola pendidikan didaerahnya daripada pemerintah pusat.
            Adanya sistem desentralisasi pendidikan tak terlepas dari permasalahan baru yang muncul. Faktanya di lapangan, ternyata koordinasi antara Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan Propinsi, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota masih lemah sehingga terjadi keterkaitan yang hilang (missing link). Kondisi ini bisa kita lihat, misalnya: terjadinya keterlambatan informasi dari pusat ke daerah tentang berbagai kebijakan baru, pelaporan dari sekolah ke propinsi/ kota  ke pusat terkadang tidak disampaikan secara cepat,  selain itu distribusi dana seringkali mengalami kebocoran ditengah jalan, sehingga jumlah yang diterima daerah di lapangan tak sesuai dengan jumlah yang seharusnya tercantum di pusat.
Akibat adanya kebijakan desentralisasi pendidikan, muncul banyak raja-raja kecil di daerah. Raja-raja kecil itu adalah pemangku kekuasaan yang ada di daerah yang menggunakan kekuasaannya demi kepentingan pribadinya. Adanya kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengelola pendidikan tentunya menjadi lahan empuk untuk dijadikan sasaran. Pendidikan pun dijadikan sebagai proyek besar para penguasa dan menjadi sasaran utama untuk merauk keuntungan. Akhirnya, praktik praktik korupsipun menjalar sampai daerah.
Kondisi diatas menjadi bahan evaluasi untuk merubah pola pendidikan untuk beralih kembali menjadi resentralisasi pendidikan. Dalam artian, mengubah kembali kebijakan desentralisasi pendidikan menjadi sentralisasi pendidikan yang dulu pernah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, urusan pendidikan kembali lagi diserahkan kepada pemerintah pusat mengingat urgensi pendidikan bagi masa depan. Setidaknya, ini menjadi sebuah tawaran solusi  dalam rangka memperbaiki pola pendidikan di Indonesia. 
Kembalinya pola pendidikan menjadi sentralisasi, tentunya tidak serta merta dilakukan, namun harus terus dilakukan kajian mendalam dan evaluasi kebijakan. Dengan demikian, pola sentralisasi pendidikan tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan baru. Memang, resentralisasi pendidikan menunjukkan kemunduran otorisasi pendidikan oleh daerah karena porsi daerah menjadi berkurang dalam mengambil peran mengelola pendidikan. Namun, dalam resentralisasi pendidikan  tak menutup kemungkinan pemerintah pusat memberikan sedikit porsi untuk daerah dalam mengelola aspek-aspek tertentu. Aspek tertentu yang dimaksud misalnya dalam menyesuaikan muatan kurikulum sesuai dengan kondisi dan potensi lokal di daerahnya. Hal ini dikarenakan karena faktanya kondisi dan potensi masing-masing daerah tidak sama, sehingga hal ini perlu disesuaikan. Hanya saja koordinasi dan pengawasan harus benar-benar dimaksimalkan sehingga tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Sedangkan terkait kebijakan anggaran/ dana pendidikan serta tenaga pendidik sudah seharusnya menjadi kewenangan pusat dalam pengelolaannya.
Dalam menjalankan pola pendidikan sentralisasi, setidaknya pemerintah pusat harus merencanakannya dengan matang-matang sebelumnya, sehingga dalam pelaksanaan nantinya bisa berjalan dengan lancar. Pemerintah harus mempertegas kembali pola koordinasi dari pusat sampai daerah, terlebih dalam masalah anggaran pendidikan yang terkenal riskan. Dengan resentralisasi pendidikan, paling tidak menjadi sebuah solusi pengelolaan pendidikan yang lebih baik daripada terjadi benturan dan politisasi pendidikan di daerah daerah yang merugikan bangsa ini.

*) Muhammad Mansur,S.Pd.I Peneliti di Prodi Pendidikan Islam pada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 

Tidak ada komentar: